banner 728x250

Saling Sentil Purbaya-Bahlil Soal Harga LPG 3 Kg, Data Siapa yang Benar?

Menkeu Purbaya dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (Foto: istimewa)

ABNnews — Perbedaan data mengenai harga asli gas elpiji 3 kg antara dua menteri Kabinet Indonesia Maju memicu perbincangan publik.

Polemik ini bermula saat Menkeu Purbaya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (30/09). Saat itu Purbaya merinci harga asli barang-barang subsidi seperti Pertalite hingga LPG 3 kilogram (kg) sebelum selisih harga keekonomian dan yang dibayar masyarakat ditanggung oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

LPG 3 kg memiliki harga asli Rp42.750 per tabung, namun dijual ke masyarakat sebesar Rp12.750 per tabung, atau disubsidi sebesar Rp30.000 (70 persen). Subsidi tersebut memakan anggaran Rp80,2 triliun pada APBN 2024 dan dinikmati oleh 41,5 juta pelanggan.

Purbaya juga menyoroti Pertalite dengan harga seharusnya Rp11.700 per liter, dijual dengan harga Rp10.000 per liter atau disubsidi Rp1.700 per liter (15 persen). Total anggaran untuk subsidi tersebut sebesar Rp56,1 triliun pada APBN 2024 dan dinikmati oleh 157,4 juta kendaraan.

“Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi, baik energi dan nonenergi,” kata Purbaya

Pernyataan ini kemudian secara terbuka dikoreksi oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ia menilai data harga asli yang disebut Purbaya tidak tepat. Bahli bahkan juga menilai Purbaya salah dalam membaca data.

“Jadi, mungkin Pak Menterinya, Menteri Keuangannya, mungkin belum baca data,” kata Bahlil usai menghadiri Peluncuran Logo Baru BPH Migas, Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (02/10).

Bahlil juga menegaskan bahwa data penerima subsidi LPG masih dimatangkan. Dalam proses tersebut, Kementerian ESDM menggandeng BPS agar penyaluran subsidi untuk LPG 3 kg dapat lebih tepat sasaran.

Pematangan data penerima subsidi itu pun sudah disiapkan sejak awal 2025, termasuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Menyangkut subsidi tentang satu data, itu masih dalam proses pematangan, ya,” ucapnya.

Pada Januari 2025, Bahlil mengatakan bahwa data penerima subsidi tersebut bersumber dari data Kementerian Sosial, PLN, Pertamina, dan pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah memutuskan untuk menyatukan data tersebut melalui BPS.

Penyatuan data dari berbagai pemangku kepentingan bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih pendataan, dengan demikian subsidi yang diberikan dapat lebih tepat sasaran.

Setelah pemerintah tuntas mendata para penerima subsidi, maka Bahlil akan segera mengumumkan skema dan siapa saja penerima subsidi.

Purbaya sendiri langsung merespons ucapan Bahlil. Purbaya mengatakan dirinya memang sedang mempelajari lagi data tersebut. Ia mengaku hanya mendapatkan data itu dari hitungan stafnya.

“Saya sedang pelajari, kita pelajari lagi. Mungkin Pak Bahlil betul, tapi nanti kita lihat lagi seperti apa. Yang jelas saya dapat angkanya dari hitungan staf saya, nanti kita lihat gimana salah pengertiannya,” kata Purbaya saat kunjungan kerja ke Kudus, Jawa Tengah, Jumat (03/10).

Purbaya memandang kemungkinan cara melihat datanya saja antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM yang berbeda. Ia yakin pada akhirnya besarannya akan sama. “Harusnya sih pada akhirnya angkanya sama, uangnya itu-itu aja kan. Nanti kita jelasin seperti apa yang betul,” ucapnya.

“Saya salah data? Mungkin cara lihat datanya beda, kan hitung-hitungan kan kadang-kadang kalau dari praktek sama akuntan kan kadang-kadang beda,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *