ABNnews – Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui belum semua satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) mengantongi sertifikat laik higiene sanitasi (SLHS). Padahal, sertifikat ini jadi kunci utama agar penyajian dan pengolahan makanan bisa aman serta terhindar dari risiko keracunan.
Meski begitu, jumlah SPPG yang sudah tersertifikasi kini meningkat dibanding laporan sebelumnya. Per 1 Oktober 2025, sudah terbentuk 10.012 SPPG di seluruh Indonesia. Namun, baru 198 unit yang resmi mengantongi SLHS.
“Per 30 September 2025, terlapor 198 SPPG yang memenuhi standar higiene sanitasi dengan kepemilikan SLHS. Rinciannya, Wilayah I ada 102 SPPG, Wilayah II 35 SPPG, dan Wilayah III 61 SPPG,” ujar Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, dalam keterangannya, Rabu (1/10).
Nanik menegaskan, BGN akan terus menjaga standar kesehatan dan kebersihan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia meminta semua SPPG segera mengurus SLHS paling lambat Oktober 2025.
“Ini soal keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, jadi wajib diprioritaskan. Kami juga memonitor perkembangan sertifikasi setiap hari,” tegasnya.
Selain SLHS, ada beberapa sertifikat lain yang dianggap penting: HACCP, NKV, hingga sertifikat halal.
Data terbaru menyebutkan:
* 26 SPPG memiliki HACCP
* 15 SPPG tersertifikasi NKV
* 106 SPPG memiliki HSP
* 23 SPPG mengantongi ISO 22000
* 20 SPPG bersertifikat ISO 45001
* 34 SPPG mengantongi sertifikat halal
“Sertifikasi ini penting untuk meminimalisir risiko kontaminasi dan menjaga kepercayaan masyarakat bahwa BGN serius wujudkan zero accident,” tambah Nanik.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Hida, menegaskan pihaknya terbuka menerima kritik dan masukan terkait standarisasi SPPG.
“Kami apresiasi semua saran yang membangun. Perbaikan dilakukan bertahap, termasuk dorongan agar sertifikat kelayakan jadi syarat wajib operasional,” jelasnya.