ABNnews — Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, M. Din Syamsuddin menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto tentang solusi dua negara untuk mengatasi konflik Palestina-Israel, pada Sidang Umum PBB di New York, Selasa (23/09).
Menurut Din, solusi dua negara atau two state solution merupakan pikiran lama yang dianut negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam/Organisation of Islamic Cooperation (OKI), di mana Indonesia merupakan salah satu anggotanya.
“Pikiran tersebut sesungguhnya baik untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang tidak kunjung selesai dan berdampak global,” kata mantan Ketua Umum MUI Pusat ini dalam keterangan tertulis yang diterima abnnews di Jakarta, Kamis (25/09).
Namun, lanjut Din, solusi dua negara harus disertai syarat. Yakni pengunduran diri Israel atas wilayah Arab yang dikuasainya sejak Perang 1967, seperti wilayah Sinai dan Dataran Tinggi Golan. Kemudian syarat penghentian pembangunan Pemukiman Yahudi di Wilayah Tepi Barat, dan status Yerusalem sebagai Kota Suci.
“Yerusalem tidak boleh dikuasai oleh satu pihak. Namun hal itu tidak pernah dipenuhi oleh Israel. Pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat semakin menjadi-jadi. Secara sepihak Israel dengan dukungan Amerika Serikat (AS) menjadikan Jerussalem sebagai Ibu Kota,” tukas Din.
“Jika Israel terus melakukan genosida di Gaza dan menodai Masjid Al Aqsa, maka kesepakatan solusi dua negara menjadi batal,” tegas Ketua Komite Pengarah Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP) ini.
Sehubungan dengan itu, Din berpendapat seruan Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB terkait revitalisasi solusi dua negara hampa. tak ubahnya seperti teriakan di tengah samudera. “Keras tapi hilang ditelan deburan ombak,” kata Din.
Menurut dia, solusi dua negara idealnya harus diikuti pembenahan faktor-faktor fundamental. Yakni menghentikan genosida di Gaza dan pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
“Pembenahan itu pasti sulit diterima oleh Israel. Namun jika pembenahan fundamental tidak dilaksanakan, maka solusi dua negara akan menjadi hampa,” katanya.
Lebih jauh ia memgatakan, yang perlu dilakukan Indonesiansebagai negara cinta perdamaian dan keadilan adalah mendesak Israel mundur dari wilayah pendudukan, menghentikan genosida, dan segera menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza yang kelaparan.
“Jika jalan damai tidak digubris Israel, maka jalan militer lewat Peace Keeping Force (Pasukan Penjaga Perdamaian) atau War Preventing Force (Pasukan Pencegah Perang) adalah solusi. Namun Beranikah Indonesia mempelopori opsi ini? Hal itu sangat tergantung pada nyali dan kekuatan hati Kepala Negara,” pungkas Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini.