ABNnews — Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mengingatkan agar Kementerian Haji dan Umrah yang baru dibentuk tidak mengulang kasus korupsi kuota haji yang sempat mencuat pada 2024 lalu.
“Kami tentu menyambut baik lahirnya Kementerian Haji dan Umrah. Tetapi yang lebih penting, jangan sampai kementerian ini terjebak pada masalah klasik, yakni korupsi. Kasus korupsi kuota haji yang terjadi pada tahun 2024 harus menjadi peringatan keras. Itu tidak boleh terulang kembali,” kata Maman di Jakarta, Kamis.
Dia menegaskan praktik korupsi dalam pengelolaan haji bukan hanya merugikan negara, melainkan juga menyakiti perasaan umat Islam yang menunaikan ibadah dengan penuh pengorbanan.
“Setiap tahun jutaan umat Islam menabung selama bertahun-tahun demi bisa berangkat ke tanah suci. Ketika ada penyalahgunaan kuota atau penyimpangan anggaran, itu artinya negara gagal melindungi hak jemaah. Kami tidak ingin hal itu terjadi lagi,” ujarnya.
Sebagai anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah agama, sosial, dan pemberdayaan umat, Maman seperti dilansir dari antaranews, menyampaikan bahwa pihaknya akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat terhadap kementerian baru tersebut.
Dengan pengawasan yang kuat, Maman berharap kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan haji semakin meningkat. Ia juga mendorong tata kelola haji yang profesional, modern, dan transparan, agar jamaah dapat berangkat dengan tenang dan kembali dengan selamat.
Sebelumnya KPK mengumumkan mulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024 yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025 KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.