banner 728x250
Hikmah  

Kemarahan Itu Menyakitkan

ABNnews – Dalam ajaran Islam, kemarahan itu menyakitkan dan tercela jika tidak dikendalikan, karena dapat merusak akhlak, hubungan sosial, dan menimbulkan penyesalan. Juga tindakan berbahaya seperti kekerasan atau anarki.

Tentu saja kita harus mengendalikan amarah sebagai tanda kekuatan dan keimanan, dengan cara seperti berwudhu, mengubah posisi, menjaga lisan, dan memaafkan, serta mencari ridha Allah.

Sulaiman bin Shurod radhiyallahu ‘anhu berkata :

كُنْتُ جَالِسًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجُلاَنِ يَسْتَبَّانِ، فَأَحَدُهُمَا احْمَرَّ وَجْهُهُ، وَانْتَفَخَتْ أَوْدَاجُهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ“

“Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam sedang dua orang lelaki sedang saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya.

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya.” (HR Bukhari, nomor 3282)

Rasulullah SAW menyebut orang yang berhasil mengendalikan kemarahan adalah orang yang perkasa. Dalam sebuah hadis sahih yang berbunyi :

وقال أبو هريرة قال النبي صلى الله عليه و سلم لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ وَإِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَه عِنْدَ الغَضَبِ

“Abu Hurairah RA berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Seseorang disebut sebagai kuat perkasa bukan karena duel. Orang yang kuat perkasa ialah orang yang mampu mengendalikan diri ketika marah,’” (HR Al-Bukhari nomor 6114 dan Muslim nomor 2609).

Dikutip dari uinsi.ac.id, Prof. Dr. Darmawati, M.Hum., Wakil Dekan I FEBI UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, menyebut, Aristoteles, (lahir 384 SM) seorang filsuf dan ilmuwan Yunani kuno pada zaman klasik mengatakan “siapa pun bisa marah, tetapi untuk marah hendaklah dengan orang yang tepat, ke tingkat yang tepat, pada waktu yang tepat, untuk tujuan yang benar, dan dengan cara yang benar – walaupun itu tidak mudah.”

Menurut Imam Al-Ghazali, filsuf dan teolog muslim Persia, dalam hal marah manusia memiliki tiga tingkatan. Yakni; Pertama. Tidak memiliki rasa marah sama sekali. Dalam kondisi seperti ini seseorang telah kehilangan kekuatan atau menjadi lemah pada saat dibutuhkan akibat kekurangannya itu. Dan ini adalah sikap tercela.

Kedua. Marah yang terkontrol, yakni mengontrol amarah dengan bersikap tegas dan tidak bercampur emosi sesaat, inilah yang ideal.

Ketiga. Marah yang berlebihan. Maksudnya ialah kemarahan yang melewati batas toleransi, sehingga orang yang bersangkutan harus kehilangan kontrol akalnya dan mengabaikan petunjuk syariat. Sehingga ia seperti orang yang kehilangan arah dan bertindak membabi-buta. Kemarahan ini sangat tercela dan dilarang dalam ajaran Islam, sebab secara lahiriah pelakunya berubah menjadi buruk. Kareananya kita harus pandai mengendalikan kemarahan agar tidak meluap.

Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan umatnya untuk mengendalikan emosi dan marah.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika seseorang emosi atau marah ;

1.Diam

Diam merupakan salah satu cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW untuk mengatasi amarah. Walaupun terkadang dalam hati terasa tidak nyaman, namun itu lebih baik dari pada harus melampiaskan emosi dan marah. Karena yang namanya marah itu jika keluar bisa jadi keluar kata-kata yang tidak Allah ridhai. Ada yang marah keluar kata-kata kufur, ada yang marah keluar kalimat mencaci maki, ada yang marah keluar kalimat laknat, ada yang marah keluar kata-kata cerai, nama Binatang, hingga hal-hal sekitarnya pun bisa hancur. Kalau seseorang memaksa dirinya untuk diam ketika akan marah, hal-hal yang rusak tadi tidak akan terjadi.

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

“Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi).

2. Segera Duduk

Jika seseorang marah sambil berdiri, maka sebaiknya segera duduk, dan jika kemarahannya sudah hilang, maka hendaklah berbaring.
Sebagaimana dalam hadits ;

Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

3. Mengambil Air Wudhu

Marah adalah api dari setan yang berakibat mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf. Karena, umat Islam juga dianjurkan segera berwudhu ketika marah. Air wudhu akan memadamkan api tersebut dan akan menghilangkan amarah serta gejolak darah.

Dari Athiyyah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, nomor 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

4. Membaca isti’adzah (ta’awudz)

Meminta perlindungan pada Allah SWT dari godaan setan. Kenapa sampai meminta tolong pada Allah SWT agar dilindungi dari setan? Karena marah bisa dari setan. Maka kita mengamalkan firman Allah SWT :

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 200).

5.Memaafkan kesalahan orang lain adalah bagian penting dalam mengatasi amarah, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.

6.Mengingat pahala kesabaran dan kebaikan yang dijanjikan Allah dapat membantu meredam emosi. Wallohu a’lambishshawab/H Ali Akbar Soleman Batubara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *