ABNnews – Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama, menyoroti langkah sejumlah partai politik yang hanya memberikan sanksi nonaktif terhadap kader bermasalah. Ia menyebut istilah itu tidak ada dalam hukum dan hanya menipu publik.
“Dalam UU MD3 tidak ada istilah nonaktif. Sanksi hukum bagi anggota DPR jelas: pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap, bukan sekadar dinonaktifkan tanpa status jelas,” kata Haris lewat keterangan elektronik, Senin (1/9/2025).
Menurut Haris, penggunaan istilah nonaktif hanya manuver politik untuk melindungi kader sekaligus membingungkan publik.
“Publik harus tahu istilah nonaktif itu tidak punya dasar hukum. Itu cuma dipakai buat meredam kemarahan rakyat. Padahal kadernya masih bisa main di belakang layar. Ini penipuan publik,” tegasnya.
Haris mengingatkan UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) sudah tegas mengatur mekanisme pemberhentian anggota legislatif. Jika parpol masih memakai istilah nonaktif, berarti mereka bertindak di luar koridor hukum.
“Praktik politik semu ini berbahaya. Rakyat bisa kehilangan kepercayaan terhadap parpol dan demokrasi,” ujarnya.
Haris juga menyinggung nama sejumlah kader parpol yang dinilai harus dipecat permanen.
“Kalau parpol tidak tegas memecat permanen Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN, serta Adies Kadir dari Golkar, berarti parpolnya ikut menanggung dosa kader itu,” katanya.
Ia menegaskan tanggung jawab moral dan hukum parpol adalah memecat permanen kader bermasalah, bukan menciptakan istilah nonaktif.
“Itu cara satu-satunya menjaga marwah demokrasi, menyelamatkan kredibilitas parpol, sekaligus meringankan beban Presiden Prabowo dalam memimpin bangsa ini,” pungkas Haris.