ABNnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan ponsel yang diamankan dari rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) sah sebagai barang bukti hasil penggeledahan. KPK menekankan, yang penting bukan kepemilikannya, melainkan isi dari ponsel tersebut.
“Barang bukti elektronik itu diamankan saat dilakukan penggeledahan di rumah yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).
Fokus ke Konten, Bukan Kepemilikan
Budi menjelaskan, meski tim kuasa hukum Yaqut membantah ponsel tersebut milik kliennya, penyidik tetap akan membedah isi perangkat itu lewat forensik digital.
Data di dalamnya diyakini bisa memberi petunjuk penting dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kemenag.
“Tentu esensinya adalah isinya. Nanti kita akan buka isi dari BBE itu untuk memberikan petunjuk, memberikan bukti-bukti yang dibutuhkan penyidik, sehingga membuat terang perkara ini,” ujar Budi.
Menurut Budi, hasil analisis forensik juga akan menjadi bahan saat Yaqut kembali dipanggil sebagai saksi di tahap penyidikan.
Sebelumnya, Yaqut sudah sempat diperiksa pada Kamis (7/8/2025), ketika kasus masih di tahap penyelidikan.
Kuasa Hukum Bantah
Kuasa hukum Yaqut, Melissa Anggraini, sebelumnya membantah ponsel itu milik kliennya.
“Terkait informasi penyitaan barang bukti elektronik dapat kami tegaskan bahwa yang disita tersebut bukan milik Gus Yaqut,” kata Melissa, Senin (18/8/2025).
Meski begitu, Melissa menegaskan Yaqut menghormati proses hukum.
“Beliau mendukung dan kooperatif langkah KPK dalam mengusut perkara ini agar jelas dan terang, termasuk dengan melakukan penggeledahan dan penyitaan,” ucapnya.
Kasus Kuota Haji Rp1 Triliun
KPK menggeledah rumah Yaqut di Jakarta Timur pada Jumat (15/8/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik, termasuk ponsel.
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 di Kemenag naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025). Kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
Tambahan 20 ribu kuota haji yang diberikan Arab Saudi dibagi 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk khusus. Namun, pembagian ini diduga menyalahi aturan UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur komposisi 92% reguler dan 8% khusus.
KPK juga menemukan adanya setoran dari biro travel ke oknum pejabat Kemenag dengan nilai US$2.600–7.000 per kuota atau sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta.