banner 728x250

Nggak Kalah dari Pati, Viral PBB-P2 di Jombang Naik Gila-gilaan!

Warga Jombang bayar pajak PBB-P2 gunakan koin. (Foto: istimewa)

ABNnews — Persoalan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) kembali viral di media sosial. Selain di Pati, Jawa Tengah, ternyata di beberapa daerah juga mengalami nasib yang sama.

Di Jombang, Jawa Timur, warga Pulolor, bernama Fattah Rochim mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang pada Senin (11/08) lalu. Ia memprotes kenaikan PBB-P2 yang mencapai 300-an persen.

PBB-P2 yang biasa dia bayar sebesar Rp400 ribu, naik menjadi Rp1,3 juta per tahun. Fattah memprotes dengan membawa tumpukan uang koin hasil tabungan bertahun-tahun untuk membayar pajak itu.

Fattah sempat beradu mulut dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Hartono. Peristiwa itu viral di media sosial. Saat itu Fattah mengungkap,  awalnya PBB-P2 rumahnya hanya dipatok sekitar Rp400 ribu per tahun pada 2023. Namun, tagihan PBB miliknya melonjak menjadi Rp1,2 juta pada 2024 dan terus kembali naik menjadi Rp1,3 juta 2025.

Fattah mengatakan, kenaikan itu tidak pernah disosialisasikan secara jelas oleh pemerintah. “Kami itu protes karena dari pajaknya yang langsung tinggi ya. Dari 2023 itu kan masih sekitar kurang Rp400 ribu per tahun. Tahu-tahu kok ini tahun 2024 menjadi Rp1.238.428. Dari sinilah yang saya maksud, saya pernah protes waktu itu,” kata Fattah.

Ia mengaku pernah mempertanyakan kebijakan ini kepada pemerintah desa dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang pada 2024 silam. Namun, jawaban yang ia terima, menurutnya, tidak memuaskan.

“Saya tanya yang menghitung appraisal itu siapa? Saya tanya kepala desa. Terus ini apa? Tolong saya minta untuk kebijakan ini siapa yang buat? ‘Ya nanti kita evaluasi’. Artinya evaluasi itu evaluasi apa,” ujarnya geram.

Saat itu Fattah mengaku hanya dijanjikan evaluasi. Namun, setahun berselang informasi yang ia dapat malah kembali naiknya PBB rumahnya menjadi Rp1,3 juta. “Saya tunggu-tunggu di 2025 kok naik lagi menjadi Rp1,325 juta berarti kan naik Rp100 ribu, di situ saya jengkel,” ucapnya.

Selain kenaikan tarif, Fattah juga terkejut ketika mengetahui adanya denda 1 persen per bulan. Akibatnya, total pajak yang harus dibayarkan membengkak menjadi lebih dari Rp2,5 juta.

Karena jengkel dan tak memiliki cukup uang, ia terpaksa memecahkan celengan yang sudah ditabung anaknya sejak SMP hingga kuliah.

“Saya bingung, terus akhirnya saya ngambil celengan anak saya itu yang mulai dari SMP sampai sekarang sudah tiga. Nah, terus akhirnya saya bawa ke Bapenda uang itu kita hitung hanya sekitar Rp2 juta. Akhirnya saya baru bisa bayar PBB tahun 2024,” katanya.

Menurut Fattah, kebijakan ini bukan hanya memberatkan dirinya, tetapi juga ribuan warga lain. Ia menyebut ada sekitar 5.000 warga yang sudah menyampaikan keberatan ke Bapenda. “Terlalu berat, bukan hanya saya. Ternyata ada 5.000 yang melakukan keberatan sudah di Bapenda,” ucapnya.

Fattah menilai pemerintah sebaiknya mengembalikan besaran PBB seperti pada 2022. Ia tidak mempermasalahkan kenaikan asal hal itu wajar dan bukan lonjakan berkali-kali lipat. “Naik ya yang pantas sajalah, enggak usah appraisal segala macam. Kalau ingin mencari pajak jual-beli itu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) ya jangan menaikkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Menaikkan NJOP kan sama dengan menaikkan BPHTB-nya,” ujar dia.

Terkait kemungkinan aksi protes lanjutan, Fattah mengatakan akan melihat situasi terlebih dahulu. Pasalnya ada 5.000 ribu warga Jombang yang mengalami kenaikan PBB serupa. “Itu nanti kan saya melihat situasi ya, karena sudah ada 5.000 pemohon yang mengajukan keberatan itu. Keberatan itu artinya apa? Kan belum jelas juga,” ucapnya.

Ia juga membandingkan kasus ini dengan yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, yang sebelumnya sempat viral di media sosial. Menurutnya, protes di Jombang sudah dilakukannya lebih dahulu sejak 2024. Meski begitu, ia menegaskan saat ini fokusnya adalah menuntut kejelasan atas pajak yang dinilai memberatkan. “Iya, tapi sebelum Pati, saya sudah protes dulu sejak 2024,” pungkasnya.

Terkait kasus ini, Bupati Jombang, Warsubi angkat bicara. Ia menyatakan tidak pernah menaikkan pajak, tapi sebatas menjalankan kebijakan kepala daerah sebelumnya.

Warsubi mengatakan PBB P2 sebagian warga Jombang naik gila-gilaan sejak berlakunya Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif PBB P2 yang naik mulai berlaku pada 2024 ketika dirinya belum menjabat Bupati Jombang.

“Kami tidak pernah menaikkan pajak. Kami hanya menjalankan apa yang sudah dijalankan di tahun 2024. Kami kan belum menjabat, tapi kami harus meneruskan perjuangan-perjuangan beliau (kepala daerah sebelumnya),” kata Warsubi kepada wartawan, Kamis (14/08).

Warsubi menawarkan solusi kepada warga Jombang yang keberatan dengan naiknya PBB P2. Ia membentuk tim khusus untuk menangani keberatan dari para wajib pajak. Para wajib pajak pun dipersilakan mengajukan keberatan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

“Sudah 16 ribu orang lebih minta pengurangan. Bahkan kami membentuk tim khusus penanganan pengaduan masyarakat. Masyarakat yang keberatan pasti kami berikan potongan,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *