banner 728x250

Filosofi di Balik Rebutan Apem, Warisan Kiai Ageng Gribig yang Tak Lekang Zaman

Ribuan warga memadati kawasan Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, Jumat (6/8), untuk mengikuti tradisi Saparan Apem Yaa Qowiyyu.

ABNnews – Ribuan warga memadati kawasan Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, Jumat (6/8), untuk mengikuti tradisi Saparan Apem Yaa Qowiyyu. Acara ini bertepatan dengan Haul Kiai Ageng Gribig ke-406, tokoh penyebar Islam di era Sultan Agung Mataram.

Sejak pagi, puluhan ribu warga tumpah ruah di jalan-jalan desa. Mereka menanti Kirab Budaya Gunungan Apem yang menjadi puncak tradisi. Begitu apem dibagikan, suasana berubah riuh semua berebut kue berbentuk bulat ini yang dipercaya membawa berkah.

Tradisi yang sudah berlangsung lebih dari empat abad ini awalnya diperkenalkan Kiai Ageng Gribig sebagai media dakwah. Apem dibagikan sambil melantunkan wirid Yaa Qowiyyu, mengajarkan nilai berbagi (andum) dan ampunan.

“Tradisi ini warisan yang membentuk karakter bangsa. Nilai-nilai yang diajarkan Ki Ageng Gribig relevan hingga kini,” kata Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga, yang hadir bersama jajaran Kemenko Perekonomian.

Tahun ini, lebih dari 54 ribu apem dibagikan. Semuanya merupakan sumbangan masyarakat dari berbagai daerah. Filosofinya, segala sesuatu datang dari Tuhan dan hanya bisa diraih dengan usaha keras, seperti halnya warga yang berdesakan untuk mendapat apem.

Selain menjaga budaya, Saparan Apem juga membawa berkah ekonomi. Selama sepekan gelaran, penjual jajanan tradisional hingga pelaku UMKM mengaku omset naik hingga 3 kali lipat.

“Selain melestarikan budaya, ini juga roda penggerak ekonomi daerah,” ujar Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto.

Saparan Apem bukan sekadar ritual tahunan. Ia menjadi pengingat pentingnya menjaga persatuan, toleransi, dan warisan leluhur yang membentuk identitas bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *