banner 728x250
Opini  

Dagang Kuota Surga

Catatan Cak AT

Akhirnya, sejarah kita makin lengkap. Setelah korupsi Al-Qur’an, kini kita menyaksikan babak baru: korupsi kuota haji. Jika di bab sebelumnya ada jual beli ayat suci, maka di jilid terkini, ada tawar-menawar jalan tol menuju Baitullah.

Mungkin nanti akan ada paket bundling: Surga Express via jalur travel tertentu. Tinggal bayar, urusan akherat bisa dinegosiasi. Apa yang tadinya kita kira suci dan sakral, kini makin tampak sebagai ladang basah bagi yang tak tahan iman.

Dulu, Kementerian Agama kita sering disebut sebagai kementerian paling religius — tempat di mana syariat dan birokrasi bersalaman. Tapi dalam praktiknya, banyak yang justru salaman sambil menyelipkan amplop, eh kardus berisi duit bejibun.

Sudah lama kementerian ini dijuluki Kementerian yang paling dekat dengan surga dan juga paling sering disidik KPK. Kita harus jujur: sejarah korupsi di Kementerian Agama bukan satu atau dua episode. Ini sudah semacam sinetron panjang.

Dan siapa sangka, edisi 2025 menampilkan aktor utamanya: mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, alias Gus Yaqut. Ya, dia kini ikut diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Prosesnya memang masih di tahap penyelidikan, lalu segera masuk penyidikan.

Apa sih kasusnya? Sederhana saja: Tahun 2023, Indonesia berhasil merayu Raja Salman di Istananya di Saudi Arabia, untuk memberi tambahan 20 ribu kuota haji. Dapat. Sesuai UU No. 8 Tahun 2018, 92% harusnya dikasih untuk haji reguler, dan hanya 8% untuk haji khusus.

Tapi eh, entah dapat ilham dari mana, pemerintah malah membagi dua kuota itu rata: 10 ribu untuk reguler, 10 ribu untuk khusus. Mungkin biar adil, pikir mereka. Padahal, semua tahu, perjatahan kouta haji penuh permainan. Biaya haji khusus pun bisa tiga kali lipat dari haji reguler.

Dan di sinilah para travel agent masuk. Mereka yang besar, dapat jatah kouta paling banyak. Yang kecil? Cukup bersabar, insya Allah dapat tahun depan atau dua dekade lagi. Tapi KPK tentu tak perlu tunggu lama membeberkan, karena sudah punya data siapa dapat berapa

Dari data itulah, KPK mencium adanya aliran dana jumbo dari keuntungan haji khusus. Distribusinya lewat asosiasi travel. Yang lebih besar relasinya ke kementerian, makin besar jatah kuotanya. Yang relasinya kecil? Silakan daftar lewat pengajian tetangga.

KPK saat ini tengah memeriksa Muhammad Farid Aljawi, Sekjen DPP Amphuri. Juga, Asrul Aziz, Ketua Umum Kesthuri. Serta sejumlah petinggi travel yang entah dapat kuota dari Tuhan langsung, atau dari lobi di gedung Kemenag.

Dan tak ketinggalan, Gus Yaqut sendiri telah diperiksa. Bahkan, dengan wajah bulatnya, usai diperiksa di Gedung Merah Putih ia mengucapkan “terima kasih” kepada KPK — mungkin karena diundang tanpa perlu antre seperti jemaah haji lainnya.

Kasus ini bukan yang pertama, sejarah mencatatnya. Rentetan nama yang tersangkut dalam kasus korupsi di Kementerian Agama membentuk semacam daftar panjang yang mencerminkan rusaknya sistem dari pucuk hingga akar.

Dua mantan Menteri Agama—Said Agil Husein al Munawar dan Suryadharma Ali (alhamrhum) —telah divonis bersalah karena menyalahgunakan dana haji dan dana umat yang seharusnya dikelola dengan penuh amanah.

Skandal jual beli jabatan yang mencuat pada 2019 menyeret nama Romahurmuziy bersama Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi, dengan aroma kuat keterlibatan pejabat aktif saat itu. Di lapis-lapis bawah Kemenag, kasus-kasus korupsi juga berderet.

Kasus korusi pengadaan Al-Qur’an dan laboratorium madrasah menjerat Zulkarnaen Djabar, Ahmad Jauhari, serta Fahd A. Rafiq. Bahkan Undang Sumantri dan Agus Kosasih, dua pejabat teknis penopang sistem pendidikan agama, justru ikut merusak pondasinya.

Jika daftar itu terus bertambah, barangkali kita akan butuh semacam “Kitab Hitam Kemenag”—semacam ensiklopedia dosa birokrasi di lembaga yang seharusnya jadi penjaga moral bangsa.

Dan sekarang? Jika benar terbukti, maka Yaqut akan menjadi menteri ketiga dari Kemenag yang terjerat kasus besar. Dari korupsi dana, kini korupsi kuota. Apa lagi berikutnya? Mungkin nanti akan ada “lelang” posisi imam masjid negara?

 

KPK masih menghitung nilai kerugian negara dalam kasus korupsi kouta haji ini. Tapi, satu hal sudah pasti: biaya moral dan kepercayaan publik jauh lebih mahal. Bayangkan, umat Islam rela menabung puluhan tahun demi berangkat haji, namun lantas dikorupsi.

Di tengah antrean 20 tahun, justru muncul ‘jalan tikus’ bagi mereka yang sanggup membayar ekstra – karena ada menteri atau pengusaha yang membuka jalur bypass ke Tanah Suci.

Lebih dari sekadar angka, ini menyentuh urusan spiritual umat. Korupsi yang menyentuh ibadah adalah bentuk kebobrokan paling telanjang. Kalau ke Tanah Suci saja dijadikan ladang bisnis haram, lantas apa yang tersisa dari nilai agama?

 

Satu pertanyaan reflektif: apakah Kementerian Agama masih mengurus agama, atau sudah sepenuhnya berubah jadi “Kementerian Agang-agangan”? Maksudnya, tempat dagang-dagangan? Mulai dari dagang relasi hingga dagang kouta haji?

Jika tiap menteri bergiliran masuk dalam daftar pemeriksaan, mungkin sudah waktunya kita ganti sistem, bukan sekadar ganti menteri. Apakah Kemenag perlu direformasi total? Atau dibubarkan saja sekalian dan diserahkan ke ormas keagamaan yang lebih punya akhlak?

Terakhir, jika ternyata sang mantan menteri Yaqut sebentar lagi benar-benar menjadi tersangka, maka sejarah akan menulis: “Di sebuah negeri religius, yang umatnya tak henti-hentinya berdoa dan rajin shalat, korupsi bahkan bisa menumpang haji.”

Dan lebih terakhir lagi, mari kita berdoa sesuai agama kita: Semoga KPK bekerja lebih cepat dari antrean haji, dan semoga para pelaku korupsi berjamaah tak mendapat fasilitas hotel bintang lima di surga. Karena logika Tuhan tidak bisa disogok dengan kuota.

Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 9/8/2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *