banner 728x250

Sindikat TPPO di Jabar: Dijual Rp254 Juta per Bayi, 17 Dikirim ke Singapura Lewat Video Call!

Para tersangka kasus sindikat perdagangan bayi saat digiring oleh petugas di Mapolda Jawa Barat, Kamis (17/7/2025).(KOMPAS.COM/AGIE PERMADI)

ABNnews – Fakta mengejutkan kembali terungkap dari penyidikan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menyeret sindikat penjualan bayi di Jawa Barat.

Hingga awal Agustus 2025, total 43 bayi tercatat jadi korban, dengan 17 di antaranya telah dikirim ke Singapura lewat jaringan adopsi internasional. Sementara itu, 8 bayi berhasil diamankan polisi dari tangan para pelaku.

“Untuk yang internasional, dari data yang ada, sudah 17 bayi dikirim ke Singapura dan delapan bayi berhasil kami amankan dari jaringan tersebut,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Surawan, dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Kamis (7/8/2025), dikutip dari Antara.

Dari hasil pendalaman, sindikat ini menggunakan modus adopsi ilegal dengan memalsukan dokumen dan menyamarkan pelaku sebagai ibu kandung. Bayi-bayi diperoleh dari berbagai daerah dan diperdagangkan, baik untuk adopsi lokal maupun internasional.

“Bayinya ada yang untuk jaringan adopsi internasional, ada juga lokal,” jelas Surawan.

Dalam jaringan lokal, terungkap nama Astri yang menyerahkan 13 bayi kepada Jek, pelaku lain. Harga jual bayi berkisar Rp10 juta sampai Rp15 juta per anak.

Bayi Dijual Lewat Video Call, Salah Satu Korban Tewas

Salah satu tokoh utama jaringan ini adalah Lily alias Popo, residivis kasus serupa di Jakarta Utara. Lily disebut menawarkan bayi melalui video call ke pembeli luar negeri.

“Kalau pembeli di Singapura setuju, bayi dikirim dulu ke Pontianak untuk pengurusan dokumen, lalu diterbangkan ke Singapura,” kata Surawan.

Polisi menyebut harga jual bayi bisa tembus 20 ribu dolar Singapura (sekitar Rp254 juta). Sayangnya, salah satu bayi yang ditemukan di Pontianak meninggal dunia karena sakit setelah diasuh tanpa tenaga medis.

Pengungkapan makin dalam setelah polisi menyita 12 akta notaris adopsi berbahasa Inggris dari rumah pelaku bernama Siu Ha alias SH. Dokumen itu jadi bukti transaksi antara pelaku dan pengadopsi luar negeri.

“Ada bagian uangnya untuk biaya melahirkan, makan bayi, dan fee pelaku,” ujar Surawan.

Polisi juga menemukan sejumlah rekening pelaku dan saat ini tengah melacak alur transaksi. Dana hasil jual bayi diketahui dicairkan di Singapura, sebagian disalurkan ke agen-agen dalam jaringan.

Saat ini, dua tersangka utama lainnya berinisial W dan YY masih buron. Polisi juga mendalami keterlibatan agensi asing dalam sistem adopsi ini, termasuk kemungkinan pelanggaran hukum di negara tujuan.

“Kalau adopsi seharusnya bukan jual beli. Tapi kalau ada fee dan agen, itu indikasi kuat perdagangan orang,” tegas Surawan.

Para pelaku dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk memperketat pengawasan praktik adopsi serta memperkuat perlindungan terhadap anak-anak, khususnya bayi yang rentan menjadi korban perdagangan manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *