banner 728x250

Masyarakat Madani Antara Idealita dan Realita

Focus Group Discussion (FGD) bertema "Viabilitas Masyarakat dan Negara Madani di Era Modern" yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 5 Agustus 2025.

ABNnews — Konsep masyarakat madani terus menjadi topik diskusi hangat di kalangan cendekiawan Muslim Indonesia. Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Viabilitas Masyarakat dan Negara Madani di Era Modern”, para intelektual menyoroti berbagai tantangan dan peluang untuk mewujudkan masyarakat yang ideal berdasarkan nilai keagamaan, kebangsaan, dan peradaban. Acara digelar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 5 Agustus 2025.

FGD ini merupakan bagian dari rangkaian menuju Persidangan Perdana Majelis Cendekiawan Madani (MCM) Malaysia-Indonesia (Malindo) yang akan diselenggarakan di Kuala Lumpur pada 21–24 Agustus 2025.

Acara tersebut menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan cendekiawan Muslim terkemuka seperti Komaruddin Hidayat, Anwar Abbas, Hajriyanto Y. Thohari, Sudarnoto A. Hakim, Didik J. Rachbini, Zaitun Rasmin, serta Din Syamsuddin dan Ahmad Fuad Fanani selaku Ketua dan Direktur Eksekutif CDCC. Hadir pula Dubes Malaysia untuk Indonesia, TYT Dato’ Syed Mohammad Hazrin Tengku Hussin, Atase Ugama Shamsuri Bin Ghazali, dan beberapa diplomat Malaysia.

Dalam forum tersebut, Prof. Komaruddin Hidayat menegaskan bahwa konsep masyarakat madani sejak era Nabi Muhammad SAW memiliki tiga irisan nilai: keagamaan, kebangsaan, dan peradaban.

Perwujudannya di era modern menuntut etika publik yang hadir dalam ketiga lapisan tersebut. Namun dalam konteks Indonesia, kekuatan negara yang dominan acapkali membatasi ruang gerak masyarakat madani.

“Elit agama pun kerap tidak berkutik di hadapan kekuasaan politik,” ujar mantan Rektor UIN Jakarta dan Ketua Dewan Pers ini.

Sementara itu, Sudarnoto A. Hakim menyoroti tantangan di Malaysia, yang menurutnya masih menghadapi hambatan kuat berupa perkauman dan perpuakan. Ia menekankan bahwa masyarakat madani menuntut kesetaraan dan kebersamaan dalam masyarakat majemuk.

Hajriyanto Y. Thohari, mantan Dubes RI untuk Lebanon, turut memberi pandangan terkait dunia Arab. Ia menilai format pemerintahan yang dominan berbasis monarki dan kekabilahan menjadi penghalang utama.

“Saya pesimis masyarakat madani dapat terwujud di negara-negara Arab dengan sistem kekuasaan yang ada saat ini,” ujarnya.

Moderator FGD dan Ketua CDCC, Prof. Din Syamsuddin, menyampaikan bahwa Malaysia dan Indonesia memiliki peluang besar menjadi model perwujudan masyarakat madani di tengah dinamika dunia global.

Ia menekankan pentingnya merespons pergeseran geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis yang kini menempatkan Asia Pasifik sebagai episentrum baru peradaban dunia.

“Tantangan global harus ditransformasi menjadi peluang. Penguatan masyarakat madani perlu disertai dengan perbaikan rezim politik dan kolaborasi positif antara negara dan warga,” tegasnya.

FGD ini juga menjadi forum persiapan menuju Persidangan MCM Malindo yang akan diikuti oleh 99 cendekiawan Muslim (59 dari Malaysia dan 40 dari Indonesia).

Forum tersebut dirancang menjadi pertemuan tahunan bergilir antara dua negara, dengan sesi perdana diorganisasi oleh Institut Kemajuan Islam Malaysia (IKIM) dan dijadwalkan dibuka langsung oleh Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim di Putrajaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *