banner 728x250

Kasus Tom Lembong Pengaruh Hukum yang Buruk Terhadap Ekonomi

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini. (Foto: istimewa)

ABNnews — Praktek kriminalisasi hukum dalam kasus Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 di era Joko Widodo (Jokowi), dinilai bisa berdampak serius terhadap ekonomi Indonesia.

Pendapat itu disampaikan, Rektor Universitas Paramadina sekaligus ekonom, Prof. Didik J Rachbini menanggapi kasus yang menjerat mantan Kepala BPKM tersebut.

Ia menilai, hukum yang  lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan serta dipolitisasi dapat memberikan dampak negatif serius terhadap perekonomian nasional.

“Hukum adalah faktor kepastian dan ketidakpastian di dalam ekonomi, khususnya investasi,” kata Didik dalam keterangan yang diterima abnnews.id di Jakarta pada Sabtu (02/08).

Ia mengatakan, sistem hukum merupakan salah satu sumber utama kepastian dalam kegiatan ekonomi. Ketika hukum tidak dapat menjamin keadilan dan penyelesaian sengketa yang netral, maka dunia usaha dan para investor cenderung menarik diri.

“Investor, baik domestik maupun asing, sangat memerlukan kepastian hukum. Jika kontrak tak bisa dijamin, atau sengketa tidak diselesaikan dengan adil, maka risikonya terlalu besar untuk mereka. Membuat rugi hingga bangkrut,” jelasnya.

Selain menurunkan kepercayaan investor, sambung dia, hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transasi meningkat, mahal dan berakibat terhadap, biaya investasi meningkat dan tidak efisien.

“Biaya transaksi adalah biang kerok atau bahkan setan buruk di dalam, ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang buruk,” kata Didik.

“Hukum yang buruk, tidak efisien dan tidak dapat diandalkan bagi kepastian usaha akan menambah beban dunia usaha dan ekonomi nasional,” sambungnya.

Ia menambahkan, prosedur hukum yang berbelit, panjang dan tidak jelas sangat besar pengaruhnya terhadap ekonomi.  “Akibatnya, mekanisme penyelesaian hukum dan sengketa menjadi mahal,” tukasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, sistem hukum yang buruk bisa menurunkan efisiensi ekonomi dan bahkan merusak. Ia mencontohkan, negara-negara dengan sistem hukum yang lemah cenderung jatuh dalam jebakan negara gagal atau failed state. “Jadi negara predatoris, yang menjadikan ekonomi hanya alat penghisapan oleh elite kekuasaan,” ucapnya.

“Praktek kriminalisasi hukum karena intervensi politik terjadi pada semua regim, tetapi sangat vulgar pada masa Jokowi,” tukasnya.

Ia melanjutkan, dalam kasus Tom Lembong ada indikasi kuat intervensi kekuasaan terhadap hukum, yang merupakan warisan Jokowi. Tidak ada lagi motto yang suci di dalam dunia hukum: “Lebih Baik Membebaskan Orang yang Salah daripada Menghukum Orang yang Benar”.

Prinsip ini adalah keadilan paling mendasar di dalam dunia hukum tetapi dibuang di tong sampah oleh pemimpin-pemimpin, yang juga lahir dari demokrasi.

“Yang ada sekarang, seperti kasus Tom Lembong, jika mereka lawan politik, kesalahan dicari-cari, seperti pada kasus pilpres yang lalu. “Politik kemudian menjadi anasir jahat di dalam demokrasi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *