ABNnews – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah keras tudingan soal maraknya badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri manufaktur.
Pernyataan itu disampaikan sebagai respons atas ucapan Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani yang menyoroti gelombang PHK industri.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menyebut bahwa isu PHK harus dilihat secara proporsional. Ia menyatakan bahwa pengurangan tenaga kerja terjadi di beberapa subsektor akibat dampak relaksasi impor Mei 2024 yang memicu banjirnya produk impor murah ke pasar domestik.
“PHK yang terjadi adalah residu dari kebijakan relaksasi impor. Ironisnya, kebijakan itu juga didukung oleh yang bersangkutan (Shinta),” kata Febri dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).
BPS Catat Penurunan, Tapi Masih Konteks Relaksasi Impor
Febri merujuk pada data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, di mana jumlah tenaga kerja industri menurun dari 23,98 juta (Agustus 2024) menjadi 19,60 juta orang (Februari 2025). Penyebab utamanya adalah pelemahan aktivitas industri akibat invasi produk impor.
Namun, penurunan itu tidak bisa dianggap sebagai cermin menyeluruh dari sektor industri. Menurut Kemenperin, masih banyak sektor industri yang justru sedang ekspansif dan menyerap tenaga kerja baru.
Fakta: 1.641 Pabrik Baru Sedot 3,05 Juta Pekerja!
Berdasarkan data SIINas, selama semester I 2025, sebanyak 1.641 perusahaan sedang membangun fasilitas produksi baru.
Nilai investasinya mencapai Rp803,2 triliun dengan potensi serapan tenaga kerja sebesar 3,05 juta orang jauh lebih besar dari angka PHK yang disebut pihak lain.
IKI dan Ekspor Naik, Manufaktur Tak Sedang Lesu
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin untuk Juni 2025 juga menunjukkan angka ekspansif 52,50.
IKI ekspor ada di 52,19, sedangkan sektor domestik di 51,32. Ini menandakan aktivitas manufaktur terus tumbuh, bukan melemah.
Kemenperin optimistis serapan tenaga kerja di sektor padat karya bakal naik. Ada empat alasan utama, pertama, revisi kebijakan relaksasi impor yang akan menekan banjir produk murah. Kedua, RPermenperin Kredit Industri Padat Karya yang siap beri insentif 2.722 perusahaan padat karya. Ketiga dua kesepakatan dagang besar (Indonesia–AS & Indonesia–UE) yang bakal dongkrak ekspor. Keempat, reformasi tata kelola TKDN, yang akan buka peluang belanja pemerintah lebih besar pada produk dalam negeri.
Sebagai bentuk keseriusan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang bahkan meminta langsung kepada prinsipal otomotif di Jepang agar tidak melakukan PHK. Arahan ini disampaikan dalam kunjungan bilateral beberapa waktu lalu.
“Kebijakan efisiensi yang berdampak pada PHK harus dihindari,” tegas Febri.
Di akhir pernyataannya, Kemenperin meminta seluruh pihak agar tidak menyebarkan narasi negatif soal industri tanpa data lengkap.
“Industri kita sedang bertumbuh, jangan dirusak dengan persepsi yang salah,” kata Febri.