banner 728x250
Hikmah  

Perjalanan Menuju Akhirat (Sebaik-baik Bekal Adalah Taqwa)

ABNnews – Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [al-Hasyr/59:18]

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu berkata: “Sesungguhnya dunia telah pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat telah datang menghampiri kita, dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini waktunya beramal dan tidak ada perhitungan, adapun besok di akhirat adalah saat perhitungan dan tidak ada waktu lagi untuk beramal”[4].

Orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan kebenaran agamanya meyakini hari akhirat, hari setelah kematian, hari pembalasan semua amal perbuatan manusia, hari perhitungan yang sempurna, hari ditampakkannya semua perbuatan yang tersembunyi sewaktu di dunia.

Perjalanan ke akhirat dalam Islam adalah keyakinan akan kehidupan setelah mati, di mana setiap manusia akan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di dunia.

Perjalanan ini meliputi beberapa tahapan, dimulai dari alam barzakh, yaumul ba’ats (kebangkitan), yaumul mahsyar (pengumpulan), yaumul hisab (perhitungan), yaumul mizan (penimbangan), yaumul jaza (pembalasan), hingga akhirnya menuju surga atau neraka.

Setelah kematian, manusia akan memasuki alam barzakh, yaitu alam kubur, yang merupakan alam perantara antara dunia dan akhirat. Di alam ini, manusia akan mengalami pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir tentang amal perbuatannya di dunia.

Yaumul Ba’ats (Hari Kebangkitan):

Pada tiupan sangkakala kedua, seluruh manusia akan dibangkitkan dari kubur dan dikumpulkan di Padang Mahsyar.

Yaumul Mahsyar (Hari Pengumpulan):

Manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk menunggu perhitungan amal perbuatan mereka.

Yaumul Hisab (Hari Perhitungan): 

Amal perbuatan manusia selama hidup di dunia akan dihisab (dihitung) secara detail.

Yaumul Mizan (Hari Penimbangan):

Setelah perhitungan, amal baik dan buruk manusia akan ditimbang untuk menentukan nasib mereka.

Yaumul Shirath (Jembatan Shirath): 

Jembatan yang membentang di atas neraka, yang akan dilalui oleh semua manusia untuk menuju surga atau neraka.

Yaumul Jaza (Hari Pembalasan): 

Setelah melewati Shirath, manusia akan menerima balasan atas amal perbuatannya, yaitu surga bagi yang beramal baik dan neraka bagi yang beramal buruk.

Ustadz Abdullâh bin Taslîm Al-Buthoni MA dalam tulisannya di majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430/2009M mengatakan, hari akhirat adalah hari setelah kematian yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kebenaran agama-Nya.

Hari itulah hari pembalasan semua amal perbuatan manusia, hari perhitungan yang sempurna dan hari ditampakkannya semua perbuatan yang tersembunyi sewaktu di dunia. Juga pada hari itu orang-orang yang melampaui batas akan berkata penuh penyesalan: “Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” [al-Fajr/89:24]

Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu yang telah mengingatkan dalam ucapannya yang terkenal: “Hisablah (introspeksilah) dirimu saat ini, sebelum kamu dihisab (diperiksa/dihitung amal perbuatanmu pada hari kiamat). Timbanglah dirimu saat ini, sebelum amal perbuatanmu ditimbang (pada hari kiamat), karena sesungguhnya akan mudah bagimu menghadapi hari kiamat jika kamu mengintrospeksi dirimu saat ini; dan hiasilah dirimu dengan amal shaleh untuk menghadapi hari yang besar ketika manusia dihadapkan kepada Allah. “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Allah), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi-Nya)” [al-Hâqqah/69:18][3]

Dunia adalah tempat persinggahan sementara dan sebagai ladang akhirat tempat kita mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yang kekal abadi itu.

Rasulullah SAWmengajarkan sikap yang benar dalam kehidupan di dunia dengan sabdanya: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan“[5]

Hadits ini sebagai nasehat bagi orang beriman, bagaimana seharusnya dia menempatkan dirinya dalam kehidupan di dunia. Karena orang asing (perantau) atau orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang yang hanya tinggal sementara; tidak terikat hatinya pada tempat persinggahannya, serta terus merindukan kembali ke kampung halamannya.

Dalam sebuah nasehat tertulis yang disampaikan oleh Imam Hasan al-Bashri rahimahullaht kepada Imam Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, beliau berkata: “…Sesungguhnya dunia adalah negeri perantauan dan bukan tempat tinggal yang sebenarnya, dan hanyalah Adam Alaihissallam diturunkan ke dunia untuk menerima hukuman akibat perbuatan dosanya…”[6].

Memurnikan Tauhid

Oleh karena itu, sebaik-baik bekal yang perlu dipersiapkan untuk selamat dalam perjalanan besar ini adalah memurnikan tauhid (mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam beribadah dan menjauhi perbuatan syirik) yang merupakan inti makna syahadat La ilaha illallah dan menyempurnakan al ittibâ‘ (mengikuti sunnah Rasulullâh dan menjauhi perbuatan bid’ah) yang merupakan inti makna syahadat Rasulullah SAW.

Maka balasan akhir yang baik hanya Allah Azza wa Jalla peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa dan membekali dirinya dengan ketaatan kepada-Nya, serta menjauhi perbuatan yang menyimpang dari agama-Nya.

Allah Azza wa Jalla berfirman: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [al-Qashash/28:83] Wallohu a’lambishshawab/H Ali Akbar Soleman Batubara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *