ABNnews — Direktur RS Indonesia di Gaza, dr Marwan Al Sultan dan keluarga tewas dibunuh dalam sebuah serangan udara tentara Zionis Israel. Kabar tersebut menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza.
dr Marwan Al Sultan merupakan salah satu dokter paling senior di wilayah tersebut. Kematiannya digambarkan sebagai “kerugian yang sangat besar” bagi sistem kesehatan Gaza yang telah porak-poranda.
Al-Sultan merupakan seorang ahli jantung ternama di Jalur Gaza. Menurut organisasi Healthcare Workers Watch (HWW) yang berbasis di Palestina, al-Sultan adalah tenaga kesehatan ke-70 yang tewas akibat serangan Israel dalam 50 hari terakhir.
“Pembunuhan dokter Marwan al-Sultan oleh militer Israel adalah kerugian yang sangat besar bagi Gaza dan komunitas medis secara global. Ini akan berdampak menghancurkan pada sistem pelayanan kesehatan di Gaza,” ujar Muath Alser, Direktur HWW, dilansir The Guardian, Kamis (3/6/2025).
“Ini adalah bagian dari pola panjang penargetan sistematis terhadap tenaga kesehatan yang dilakukan tanpa pertanggungjawaban. Ini bukan hanya kehilangan nyawa, tetapi juga penghancuran pengalaman dan pengetahuan medis selama puluhan tahun yang sangat dibutuhkan di tengah situasi kemanusiaan yang luar biasa buruk,” tambahnya.
Direktur Rumah Sakit al-Shifa, Mohammed Abu Selmia, menyampaikan duka mendalam atas kepergian al-Sultan.
“Kami sangat terpukul. Dia tidak tergantikan,” kata Abu Selmia.
“Ia adalah seorang akademisi ternama dan salah satu dari dua ahli jantung yang tersisa di Gaza. Ribuan pasien jantung akan menderita akibat kematiannya. Satu-satunya kesalahannya hanyalah karena ia seorang dokter. Kami harus bertahan, tetapi rasa kehilangan ini sangat menyakitkan.”
Beberapa pekan sebelum wafat, al-Sultan sempat berbicara kepada The Guardian, mengungkap betapa kritisnya situasi di Rumah Sakit Indonesia akibat tingginya korban luka-luka dari serangan Israel yang semakin masif sejak Mei 2025.
Menurut HWW, lebih dari 1.400 tenaga kesehatan telah tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023, menjadikan profesi medis sebagai salah satu kelompok paling rentan dalam konflik ini.
Di antara korban tersebut termasuk tiga dokter, kepala perawat Rumah Sakit Indonesia dan Rumah Sakit Anak al-Nasser, bidan senior, teknisi radiologi, serta puluhan tenaga medis muda dan perawat magang.