ABNnews – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya keberlanjutan ekonomi di daerah yang menjadi lokasi proyek pertambangan dan hilirisasi.
Ia mendorong agar pembangunan tidak berhenti saat tambang selesai, melainkan dilanjutkan dengan diversifikasi sektor hilirisasi lainnya.
Penegasan tersebut disampaikan Bahlil dalam acara Groundbreaking Proyek Ekosistem Industri Baterai Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6). Proyek ini merupakan ekosistem baterai berbasis nikel terintegrasi pertama di dunia dan terbesar di Asia Tenggara.
“Atas arahan Bapak Presiden, kita jangan menjadi negara kutukan sumber daya alam. Setelah tambang selesai, harus ada hilirisasi lain. Feasibility Study-nya sudah kami terima. Kita pikirkan dari sekarang, investasi pasca-tambang apa yang akan dibangun,” ujar Bahlil.
Ia menyebut, pada tahun ke-8 hingga ke-9 proyek, telah direncanakan pembangunan pusat ekonomi baru di sektor perikanan dan perkebunan dengan memanfaatkan lahan bekas tambang.
“Agar begitu tambang selesai, perputaran ekonomi di daerah tetap berjalan,” tambahnya.
Prabowo: Proyek Kolosal Menuju Swasembada Energi
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyebut proyek ini sebagai bagian dari langkah besar menuju swasembada energi nasional.
“Saya diberi tahu para pakar, bangsa kita bisa swasembada energi. Hitungan saya, lima sampai enam tahun kita bisa capai itu,” ujar Prabowo.
Investasi USD 5,9 Miliar, Serap 35 Ribu Tenaga Kerja
Proyek terintegrasi ini dimulai dari pertambangan nikel di Halmahera Timur hingga produksi baterai kendaraan listrik di Karawang, mencakup luas lahan 3.023 hektar.
Dengan nilai investasi mencapai USD 5,9 miliar, proyek ini menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menyerap hingga 35 ribu tenaga kerja langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, proyek ini juga akan didukung oleh 18 proyek infrastruktur termasuk dermaga multifungsi, serta memiliki kapasitas produksi awal sebesar 6,9 GWh yang akan ditingkatkan menjadi 15 GWh.
Ekosistem ini diharapkan mampu menyuplai baterai bagi 300 ribu kendaraan listrik dan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 300 ribu kiloliter per tahun, memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen baterai kendaraan listrik terbesar di kawasan Asia Tenggara.