ABNnews — DPR mendesak Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik pada hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memutuskan perkara musisi Agnez Mo terkait kasus royalti milik Ari Bias.
Desakan tersebut dilontarkan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman pada Jumat (20/06), saat menerima aspirasi dari pihak Agnez Mo, Dirjen Kekayaan Intelektual, dan Badan Pengawas Mahkamah Agung, di kompleks parlemen, Jakarta.
“Tentang kasus yang dialami saudari Agnez Mo diputus pengadilan, dia itu penyanyi, bukan penyelenggara sebuah event,” kata Habiburokhman, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (21/06).
Habiburokhman menyebut, royalti hak cipta seharusnya dibayarkan kepada pencipta lagu oleh penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Bahkan, hasil keputusan yang dialami Agnez Mo telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Dengan demikian, tidak ada lagi putusan yang tidak mencerminkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan serta merugikan orkestrasi dunia seni dan musik Indonesia,” katanya.
Habiburokhman mengatakan, Komisi III DPR meminta kepada MA untuk membuat surat edaran atau pedoman terkait dengan panduan untuk penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan ketentuan terkait dengan hak kekayaan intelektual lainnya secara komprehensif.
Sebelumnya, putusan PN Jakarta Pusat Nomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST yang diunggah dalam laman Direktori Putusan pada 30 Januari 2025 menyatakan bahwa tergugat Agnes Monica Muljoto (Agnez Mo) dinyatakan bersalah akibat telah menggunakan lagu Bilang Saja tanpa izin penciptanya, Ari Sapta Hernawan (Ari Bias), dalam tiga kali konser komersial.
Hakim menghukum tergugat Agnez Mo untuk membayar denda kerugian Rp 1,5 miliar.
Agnez Mo merupakan satu-satunya artis yang diperkarakan sejak beleid itu diterbitkan.
“Intinya adalah sejak UU ini disahkan, pada tanggal 16 September 2014, sampai dengan sebelum kejadian Agnez Mo, sebenarnya belum ada kejadian yang dilaporkan terkait dengan kasus ini,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, Jumat (20/06).