banner 728x250

Konflik Iran-Israel Picu Krisis Energi Global, Industri RI Diminta Siaga

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita

ABNnews – Konflik militer yang terus memanas antara Iran dan Israel mulai mengguncang perekonomian global, tak terkecuali bagi industri manufaktur Indonesia.

Dampak paling terasa? Harga energi dan pangan melonjak, biaya logistik naik, dan rantai pasok terganggu. Sektor industri Tanah Air yang masih bergantung pada bahan baku impor dari Timur Tengah pun jadi salah satu yang paling rentan.

“Perang ini bikin harga energi dunia makin bergejolak. Apalagi Timur Tengah menyumbang hampir 30% produksi minyak global,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, Selasa (17/6/2025).

Produksi minyak Iran yang mencapai 3,2 juta barel per hari terancam terganggu. Jika Selat Hormuz ditutup, dunia bisa menghadapi lonjakan harga minyak hingga 20% pada 2025.

Industri RI Waspada: Energi Mahal, Produksi Bisa Terganggu

Kementerian Perindustrian langsung pasang kuda-kuda. Menperin meminta seluruh pelaku industri lebih efisien dalam penggunaan energi, dan segera diversifikasi sumber energi, tak hanya mengandalkan energi fosil impor.

“Industri harus mulai manfaatkan sumber energi dalam negeri seperti bioenergi, panas bumi, hingga limbah industri. Ini bukan cuma soal efisiensi, tapi juga bagian dari kedaulatan energi nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo,” tegas Agus.

Kemenperin bahkan mendorong industri manufaktur menghasilkan produk-produk strategis seperti komponen pembangkit energi dan infrastruktur energi terbarukan.

Sektor Pangan Tertekan, Hilirisasi Jadi Jawaban

Tak cuma energi, sektor pangan juga terdampak. Biaya logistik melonjak, inflasi naik, nilai tukar rupiah bergejolak. Akibatnya, harga bahan baku pangan naik tajam.

“Kita harus percepat hilirisasi produk agro. Jangan lagi bergantung pada impor bahan pangan mentah,” tegas Agus.
Produk pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam negeri harus bisa diproses di Indonesia, tambahnya.

Tekanan Rupiah, Gunakan LCS!

Menperin juga mengingatkan industri agar memanfaatkan skema Local Currency Settlement (LCS) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia, untuk mengurangi tekanan nilai tukar akibat konflik.

“LCS bisa bantu industri lebih tahan terhadap gejolak kurs asing, apalagi dengan negara-negara mitra LCS kita,” ujar dia.

Rantai Pasok Kacau, Biaya Kontainer Naik 200%

Dampak konflik juga terasa di jalur perdagangan internasional. Serangan terhadap kapal dagang membuat rute dialihkan dari Selat Hormuz dan Terusan Suez ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan), menyebabkan:
– Waktu pengiriman Asia–Eropa bertambah 10–15 hari
– Biaya kontainer naik 150–200%

Industri otomotif, elektronik, tekstil, dan baja paling kena imbas. Kelangkaan semikonduktor bisa menunda produksi hingga 26 minggu dan ancaman kerugian ekspor mencapai $1,2 miliar.

RI Punya Peluang di Tengah Ancaman

Meski penuh tantangan, Menperin menyebut konflik ini bisa jadi momentum RI kurangi ketergantungan impor dan mendorong hilirisasi nasional.

Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia, menyumbang 40% bahan baku baterai EV global. Tapi tantangannya: RI harus hadapi kebijakan karbon baru seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dari Uni Eropa.

Kemenperin menyiapkan berbagai insentif dan dukungan fiskal untuk dorong transformasi industri agar lebih tangguh, efisien, dan kompetitif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *