ABNnews — Keputusan Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji hakim hingga 280 persen mendapat dukungan dari berbagai pihak. Keputusan tersebut dinilai bukan hanya soal kebijakan fiskal, namun juga pernyataan moral dan arah baru dalam membenahi wajah hukum di Indonesia.
Pandangan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati. Dalam keterangan di Jakarta Sabtu (14/06), ia mengatakan menaikkan gaji hakim bukan soal angka, melainkan soal kehormatan lembaga peradilan.
Di tengah derasnya arus tuntutan reformasi peradilan, langkah ini dikatakan menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah ingin menata kembali sendi keadilan dari hulunya melalui kesejahteraan para hakim.
“Hakim adalah simbol keadilan. Bila mereka masih dihimpit kebutuhan hidup dasar, bagaimana bisa kita menuntut putusan yang objektif dan bebas dari pengaruh?” kata politikus Partai Golkar ini, Sabtu (14/06).
Namun, Sari menegaskan kenaikan gaji harus diikuti oleh komitmen kuat dari para hakim untuk menjaga integritas dan independensi. Dalam hal ini, hakim bukan hanya harus merasa cukup secara materi, tetapi juga wajib menjadi contoh melalui moralitas dan keberaniannya dalam menegakkan hukum.
Sari pun meminta Komisi Yudisial untuk tidak pasif dalam hal pengawasan terhadap hakim. Dengan gaji tinggi, pengawasan yang ketat, transparan, dan tegas harus diperkuat, termasuk dengan melibatkan peran serta masyarakat sipil.
Ia menerangkan selama hampir dua dekade mayoritas hakim, terutama di tingkat pertama, tidak mengalami perubahan signifikan dalam kesejahteraannya. Banyak yang tinggal di rumah kontrakan, menggantungkan hidup dari tunjangan minim, dan bekerja di bawah tekanan sistemik.
Dengan kenaikan gaji ini, kata Sari, Indonesia memasuki babak baru yakni hakim yang sejahtera harus menjadi hakim yang bersih.
Sari melihat kebijakan ini sebagai bentuk keseriusan Prabowo dalam meletakkan fondasi negara hukum yang kuat dan adil. Pemerintah tidak hanya ingin membangun infrastruktur fisik, tetapi juga kepercayaan publik melalui penegakan hukum yang berkeadilan.
“Kesejahteraan dan pengawasan harus beriringan. Ini bukan hadiah untuk hakim, ini adalah investasi negara untuk keadilan,” pungkasnya.