ABNnews – Negeri ini, menantikan hadirnya pemimpin punya komitmen kuat dengan keadilan, kebijaksanaan, dan komitmen kuat terhadap ajaran Islam. Rakyat juga mendambakan pemimpin cerdas, berani, jujur, lembut.
Model kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq r.a, sahabat Rasulullah dapat menjadi teladan bagi para pemimpin masa kini, baik dalam bidang politik, pemerintahan, maupun kehidupan sehari-hari.
Beliau dikenal sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan tegas dalam menghadapi tantangan, termasuk perang Riddah dan perluasan wilayah kekuasaan Islam.
Selain itu Abu Bakar As-Shiddiq selalu teguh dalam menjalankan prinsip-prinsip Islam, menegakkan persatuan, Bberperan dalam proses penghimpunan Al-Qur’an, memastikan kelestarian kitab suci umat Islam. Juga menggunakan Baitul Mal, yaitu lembaga keuangan negara Islam, untuk kepentingan rakyat dan pembangunan.
Menurut Ibnu Hisyam dalam kitabnya Sirah Nabawiyah, Juz I/249-250, Abu Bakar r.a adalah putra Abu Quhafah. Nama aslinya Abdullah, panggilannya Atiq (sang Tampan) lantaran wajahnya yang tampan dan cakap orangnya. Tatkala masuk Islam, Abu Bakar r.a. menampilkan keislamannya, dan mengajak orang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dakwah Abu Bakar ini cukup efektif mengingat dia adalah seorang Quraisy yang yang supel dalam pergaulan, disukai dan diterima, seorang pebisnis, berbudi pekerti yang baik. Orang-orang biasa datang kepadanya dan bergaul dengannya untuk banyak urusan lantaran ilmu yang dimilikinya, bisnisnya, dan baik pergaulannya.
Dilansir dari darunnajah.ac.id, sejumlah sahabat yang masuk Islam di tangan Abu Bakar antara lain adalah Utsman bin Affan r.a., Zubair bin Awwam r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Saad bin Abi Waqash r.a., dan Thalhah bin Ubaidillah r.a.
Abu Bakar r.a. adalah orang yang cerdas, mudah mengerti dakwah yang disampaikan Rasulullah Saw sehingga dia pun cepat membenarkan dan meyakini apa yang dikatakan beliau Saw dan masuk Islam.
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Al Bidayah wan Nihayah menuturkan: Tatkala Rasulullah Saw melaksanakan perintah Allah SWT untuk memperkenalkan kelompok dakwahnya secara terang-terangan (lihat QS. Al Hijr … ), dengan cara membentuk dua barisan yang dikepalai Hamzah r.a. dan Umar r.a. menuju Ka’bah, maka di situlah, di depan perwakilan para kabilah di Makkah, Abu Bakar r.a. berpidato.
Dan orang-orang Quraisy pun memukulinya sampai mukanya babak belur dan pingsan. Namun setelah siuman, yang ditanyakan pertama kali adalah: Bagaimana keadaan Rasulullah? Pantaslah dia mendapatkan gelar As Shiddiiq, artinya yang lurus, yang benar, yang membuktikan kebenaran ucapannya dengan perbuatan.
Pidato Pertama
Setelah pembaiatan Abu Bakar r.a. sebagai Khalifah, beliau r.a. berpidato: “Hai saudara-saudara! Kalian telah membaiat saya sebagai khalifah (kepala negara). Sesungguhnya saya tidaklah lebih baik dari kalian. Oleh karenanya, apabila saya berbuat baik, maka tolonglah dan bantulah saya dalam kebaikan itu; tetapi apabila saya berbuat kesalahan, maka tegurlah saya.
Taatlah kalian kepada saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian mentaati saya, apabila saya berbuat maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya.” (lihat Abdul Aziz Al Badri, Al Islam bainal Ulama wal Hukkam).
Pidato khalifah Abu Bakar r.a. di atas menunjukkan bahwa beliau sebagai khalifah tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang yang suci yang harus diagung-agungkan. Tak ada dalam kamus beliau: The chaliphate can do no wrong! Beliau justru mengedepankan supremasi hukum syariah, dan menjadikan loyalitas dan ketaatan warga negara kepadanya merupakan satu paket dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya.
Beliau menjadikan syariah Allah sebagai standar untuk menentukan benar dan salah yang harus diikuti tidak hanya oleh rakyat, tapi juga oleh penguasa.
Lembut Tapi Tegas
Sejak sebelum Islam Abu Bakar r.a. terkenal sebagai orang yang baik, lembut hatinya, gemar menolong dan suka memberi maaf. Dan setelah Islam dan berkuasa sebagai khalifah pengganti Rasul dalam kepemimpinan negara dan umat, tentunya tidak diragukan lagi bahwa Abu Bakar r.a. adalah orang yang betul-betul memahami sabda Rasulullah Saw:
“Ya Allah, siapa saja yang diberi tanggung jawab memimpin urusan pemerintahan umatku dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa saja yang memerintah umatku dengan sikap lembut (bersahabat) kepada mereka, maka lembutlah kepadanya.” [HR. Muslim].
Namun sebagai Khalifah, beliau wajib memerintah dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, dan wajib menjaga agar supremasi hukum syariah tetap terjaga. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan kedaulatan hukum syariah, tidak segan-segan beliau mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang hendak merobohkannya.
Ini seperti yang beliau lakukan kepada sebagian kaum muslimin yang murtad dan tidak mau membayar zakat begitu mendengar berita wafatnya Rasulullah Saw. Sekalipun para sahabat yang diminta pendapatnya masih mentolerir tindakan orang-orang yang tak mau membayar zakat itu selama mereka masih sholat, namun Khalifah Abu Bakar tetap dalam pendiriannya.
Di hadapan kaum muslimin beliau berpidato: “Wahai kaum muslimin, ketahuilah ketika Allah mengutus Muhammad, kebenaran itu (Al Islam) selalu diremehkan orang dan Islam dimusuhi sehingga banyak orang yang enggan masuk Islam karena takut disiksa. Namun Allah kemudian menolongnya sehingga seluruh bangsa Arab dapat disatukan di bawah naungannya.
Demi Allah, aku akan tegakkan agama ini dan aku akan berjuang fi sabilillah sampai Allah memberikan kemenangan atau Allah akan memberikan surga bagi orang yang terbunuh di jalan Allah dan akan memberi kejayaan bagi orang yang mendapatkan kemenangan sehingga dia akan dapat menjadi hamba yang berbakti dengan aman sentausa.
Demi Allah, jika mereka tidak mau membayar zakat, walaupun hanya seutas tali, pasti akan aku perangi walaupun jumlah mereka banyak sampai aku terbunuh, karena Allah tidak memisahkan kewajiban zakat dari kewajiban sholat.” (lihat Al Kandahlawy, Hayatus Shahabat, juga Kanzul Ummal). Wallohu a’lambishshawab/H Ali Akbar Soleman Batubara