banner 728x250

Dulu Milik Aceh, Sekarang Sumut: Ada Aroma Investasi Migas di Balik Peralihan 4 Pulau?

Empat pulau di Aceh yang kini masuk wilayah Sumatera Utara. (Foto: istimewa)

ABNnews — Keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menetapkan empat pulau yang diklaim Pemerintah Provinsi Aceh masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara menuai protes. Masyarakat Aceh menolak keputusan tersebut.

Keempat pulai tersebut, yakni Pulau Mangkir Besar (juga dikenal sebagai Pulau Mangkir Gadang), Pulau Mangkir Kecil (Mangkir Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Keempat pulau ini sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil. Namun kini resmi tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini menimbulkan gejolak.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Aceh I, Muslim Ayub mendesak Pemerintah untuk mencabut Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No 300.2.2-2138 Tempat ahun 2025 tentang penetapan 4 pulau yang kemudian menjadi milik Provinsi Sumatera Utara.

“Saya mendesak pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri agar segera mencabut SK tersebut,” kata Muslim Ayub, Jakarta, Kamis (12/06).

Ia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak lagi mengusik ketenangan Aceh dengan perkara yang baru. Sebab, kata politisi Nasdem itu, Aceh sudah banyak berkontribusi bagi Indonesia.

Lebih jauh, Muslim Ayub seperti dikutip dari cnnindonesia, menduga peralihan 4 pulau tersebut terkait adanya kandungan minyak dan gas bumi (migas). Ia menyebut ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di empat pulau tersebut.

Muslim Ayub tak merinci angka investasinya, namun jumlahnya mencapai triliunan terkait dengan dugaan keberadaan gas. “Karena apapun namanya, ini tanda petik ya. Ini gasnya banyak di situ tuh. Itu miliaran, bukan, triliunan tuh. Dan itu Dubai sudah mau investasi di sana,” katanya.

Muslim tak mengungkap asal data sumber gas alam yang dia klaim ada di wilayah pulau-pulau tersebut. “Ini adanya tanda petik. Orang-orang yang berkompeten, lah. Yang ingin menguasai empat pulau ini untuk kepentingan-kepentingan bisnis,” imbuhnya.

Lebih jauh Muslim Ayub memaparkan, Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek sejak 1992 telah diputuskan masuk wilayah Aceh. Politikus Partai NasDem itu berkata keputusan itu telah diteken Menteri dalam Negeri Rudini kala itu.

“Rudini Mendagrinya. Sudah disepakati batas wilayah. Sudah ditandatangani. Kita sudah buat prasastinya pun di sana. Prasasti pun sudah kita buat. Tapi itu masih melalui wilayah Singkil,” kata dia.

Muslim mengingatkan agar Mendagri Tito tak mengambil langkah gegabah. Dia khawatir keputusan itu bisa memicu ketegangan masyarakat Aceh, apalagi di tengah polemik Tambang Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Menurut Muslim, Aceh selama ini seperti daerah termarjinalkan. Dia tak ingin keputusan Tito yang mengalihkan empat pulau ke wilayah Sumut, justru membuat masyarakat semakin marah. “Jadi sumbangsih Aceh terhadap Indonesia ini sudah terlalu besar. Jangan disakiti lagi. Pak Tito jangan gegabah,” katanya.

Diketahui, empat pulau itu dimiliki oleh warga Aceh dengan dokumen sah serta ditandai dengan prasasti yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada 2008.

Sementara sebelumnya Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan, mengatakan pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap perubahan status empat pulau itu, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal.

Tito menjelaskan, batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah sudah diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, sehingga pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara.

“Batas daratnya sudah selesai, antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah. Ditandatangani dua belah pihak, cuma batas lautnya,” kata Tito.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *