ABNnews – Menteri Ketenagakerjaan Yassirli menanggapi laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebut tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5 persen, tertinggi kedua di Asia Tenggara berdasarkan World Economic Outlook edisi April 2024.
“Proyeksi, prediksi, ya boleh saja. Itu menjadi masukan dan alarm buat kita,” ujar Yassirli usai menghadiri Human Capital Summit 2025 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Yassirli menegaskan bahwa data tersebut perlu disikapi secara aktif, bukan sekadar reaktif. Pemerintah, kata dia, harus mengoordinasikan respons antar-kementerian untuk membuka lapangan kerja secara lebih masif dan terstruktur.
“Yang penting sekarang adalah kita harus proaktif mengorkestrasi setiap kementerian teknis. Contohnya, melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), kita hitung kira-kira berapa banyak lapangan kerja yang tercipta. Kita juga mendatangi kawasan ekonomi dan industri untuk melihat peluang kerja riil di lapangan,” jelasnya.
Perbedaan Data Pemerintah dan IMF
Yassirli juga menyebut bahwa data IMF perlu dilihat sebagai pemicu pembenahan, bukan semata kritik. Ia menekankan bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran di Indonesia justru mengalami penurunan.
Per Februari 2025, tingkat pengangguran nasional berada di angka 4,76 persen, turun dari 4,91 persen pada Agustus 2024. Sementara itu, data IMF mencatat pengangguran Indonesia sebesar 5,2 persen pada April 2024, sedikit turun dari 5,3 persen di 2023 — atau hanya turun 0,1 persen.
IMF mencatat data berdasarkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang aktif mencari pekerjaan. Kelompok yang tidak aktif mencari kerja seperti pelajar, ibu rumah tangga, dan lansia tidak dihitung dalam data tersebut.
Yassirli juga mengingatkan bahwa lonjakan angka pengangguran bisa terjadi kembali pada pertengahan tahun. “Tantangan berikutnya ada di bulan Agustus, saat lulusan SMA dan SMK masuk pasar kerja. Ini harus kita jawab dengan kesiapan lapangan kerja,” katanya.
Dalam laporan IMF, Indonesia berada di posisi kedua tertinggi tingkat pengangguran di Asia Tenggara. Beberapa negara seperti Myanmar, Kamboja, dan Laos tidak masuk dalam daftar karena belum tersedia data lengkap.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong penciptaan lapangan kerja melalui integrasi kebijakan lintas sektor dan optimalisasi program-program prioritas yang berdampak langsung pada masyarakat pencari kerja.