ABNnews – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak Pemerintah Indonesia agar segera menerapkan kebijakan kemasan polos (standardized packaging) pada seluruh produk tembakau dan nikotin, termasuk rokok konvensional maupun rokok elektrik. Langkah ini dinilai krusial untuk menekan jumlah perokok muda dan mengurangi daya tarik produk tembakau secara keseluruhan.
Menurut Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, kemasan polos terbukti mampu mengurangi persepsi bahwa produk tembakau aman, modern, atau menarik—terutama bagi remaja.
“Kemasan polos mencegah industri tembakau menggunakan desain untuk membentuk citra menyesatkan. Ini adalah strategi yang sudah terbukti efektif menekan angka perokok muda di berbagai negara,” kata Paranietharan dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (30/5/2025).
Mengapa Kemasan Polos?
Kemasan polos atau kemasan standar menghapus semua elemen visual promosi dari bungkus rokok. Tidak ada logo, warna merek, ataupun desain menarik. Hanya nama produk dalam huruf dan warna standar, disertai peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar dan menonjol.
WHO menegaskan bahwa kebijakan ini:
– Menurunkan minat merokok di kalangan anak muda
– Menghapus fungsi kemasan sebagai alat pemasaran
– Meningkatkan efektivitas pesan peringatan kesehatan
– Mencegah persepsi keliru tentang “tingkat risiko” produk
“Di Australia, yang menerapkan kemasan polos sejak 2012, terlihat penurunan signifikan jumlah perokok dan meningkatnya upaya berhenti merokok,” tambahnya.
Tren Global dan Kawasan
Hingga kini, 25 negara telah memberlakukan kebijakan kemasan polos, termasuk Australia, Inggris, Kanada, Arab Saudi, dan Prancis. Di Asia Tenggara, kebijakan ini mulai diadopsi oleh Singapura, Thailand, Laos, dan Myanmar, masing-masing berada pada tahap implementasi berbeda.
Apakah Indonesia Siap?
Secara hukum, Indonesia sudah memiliki dasar regulasi untuk menerapkan kebijakan ini. Pasal 435 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memberikan kerangka legal yang memungkinkan pemerintah menetapkan standar kemasan polos untuk produk tembakau.
“Landasan hukumnya sudah tersedia. Sekarang tinggal menunggu peraturan teknis pelaksanaan. Ini saat yang tepat untuk bertindak,” tegas Paranietharan.
Namun, implementasi belum dijalankan karena belum adanya aturan teknis turunan dari PP tersebut. WHO menilai keterlambatan ini sebagai kesempatan yang terlewat dalam melindungi generasi muda dari dampak pemasaran tembakau yang manipulatif.
Hadapi Penolakan Industri
WHO juga menanggapi klaim industri tembakau yang menolak kebijakan ini dengan alasan seperti potensi perdagangan ilegal, kerugian bagi pelaku usaha kecil, hingga dugaan pelanggaran hukum perdagangan internasional.
“Semua argumen tersebut tidak terbukti secara empiris. Data dari negara-negara pelaksana menunjukkan justru sebaliknya,” tegas Paranietharan.
Menyelamatkan Generasi Muda
WHO percaya bahwa kemasan polos akan menjadi langkah penting dalam upaya menekan angka perokok usia muda di Indonesia, yang saat ini masih tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara.
“Langkah ini bukan soal estetika, tapi soal menyelamatkan nyawa dan masa depan generasi berikutnya,” tutupnya.