ABNnews – Kalau kita dipuji karena meraih keberhasilan atau kesuksesan tentu wajar. Bisa memberikan manfaat, seperti meningkatkan semangat dan rasa percaya diri. Namun, pujian yang berlebihan atau salah menafsirkan bisa membahayakan seseorang karena dapat menimbulkan sikap ujub, terlena, dan merusak nilai-nilai hidup. Oleh karena itu, penting untuk menyikapinya dengan bijak dan tidak terlalu terpengaruh oleh pujian.
Pujian itu “racun”. Ada juga yang menyebut “pujian bisa membunuhmu”. Pernyataan ini mengandung makna yang kompleks dan bisa ditafsirkan secara berbeda. Secara umum, pujian yang berlebihan atau salah menafsirkan bisa membahayakan seseorang karena dapat menimbulkan sikap ujub (sombong), terlena, dan mengabaikan kewajiban, serta merusak nilai-nilai dan prinsip hidup.
Tentu saja, pujian yang tidak sesuai dengan kenyataan atau berlebihan dapat membuat seseorang menjadi terlalu percaya diri dan mengabaikan kekurangan dirinya. Hal ini bisa mengarah pada sikap ujub dan takabur yang merusak.
Pujian memang dapat memberikan manfaat, seperti meningkatkan semangat dan rasa percaya diri. Namun, pujian yang berlebihan atau salah menafsirkan bisa membahayakan seseorang karena dapat menimbulkan sikap ujub, terlena, dan merusak nilai-nilai hidup. Oleh karena itu, penting untuk menyikapinya dengan bijak dan tidak terlalu terpengaruh oleh pujian.
Pujian akan membuatmu lengah dan puas akan yang kamu dapat sekarang. Padahal, kamu pun tau kalau apa yang kamu punya tidak seberapa.
Gila Pujian
Kita tak menutup mata, mungkinsaja ada teman, sahabat dan kerabat yang gila akan pujian. Bisa jadi kita sendiri pun pernah memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif, ini adalah suatu hal yang tidak baik.
Dalam sejumlah hadis disebutkan, memuji orang lain di hadapannya sama dengan menyembelihnya, memuji jika aman dari fitnah (sisi negatif), menyiramkan (pasir) ke wajah orang-orang yang doyan memuji, jangan tertipu dengan pujian orang lain, selalu raih ikhlas dan jangan cari muka.
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]
Abu Musa berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67].
Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, “Kami duduk bersama Umar [ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar lalu berkata,“Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.” (Hasan secara sanad).
’Umar berkata,“Pujian itu adalah penyembelihan.” (Shahih secara sanad)
Muhammad (guru imam Bukhari-ed) berkata,“(Hal itu berlaku) apabila ia senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”
Rasulullah melarang memuji secara berlebihan karena bisa mendatangkan fitnah dan membahayakan orang yang dipuji. Dengan pujian yang berlebihan karena kalau tidak berhati-hati bisa membuat orang yang dipuji itu ‘ujub (berbangga diri) hingga cenderung sombong. “Janganlah kalian memujiku berlebihan sebagaimana Isa bin Maryam dipuji, katakanlah bahwa aku hanyalah hamba Allah dan Rasul-Nya,” ( HR Buchari).
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengingatkan sebagian besar umat manusia dapat menjadi rusak dan hina karena takut celaaan dan sebaliknya menyukai pujian. Sifat suka pujian termasuk sifat yang merusakkan jiwa yang perlu disembuhkan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mengatakan boleh memuji atau dipuji asalkan bijaksana tidak berlebihan. “Memuji seseorang lebih daripada yang ia berhak menerimanya sama saja menjilatnya. Tetapi melalaikan pujian bagi orang yang berhak menerimanya menunjukkan kedengkian”.
Jangan Tertipu
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah).
Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdoa, “Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah). Wallohu a’lambishshawab/H Ali Akbar Soleman Batubara/dari berbagai sumber