banner 728x250
Hikmah  

Sudah Berapa Tahun Kita Hidup? (Selalulah Mengingat Kematian)

ABNnews – “Aku masih muda, ya nikmati hidup aja”. “Meski usia sudah 60 tahun toh masih bisa beraktvitas menikmati hidup. Tubuh pun masih kuat, Ya happy-happy”.

Ucapan seperti ini mungkin pernah kita dengar. Tentu saja ucapan itu wajar-wajar saja. Namun, bukan berarti waktu kita masih panjang di dunia ini. Masalah sisa umur yang tersisa tidak ada orang yang mengetahui, kapan dan di mana jatah hidup di dunia habis.

Coba kita renungkan sudah berapa tahun kita hidup? Apakah mengisi sisa umur dengan kebiasaan yang baik ataukah menghabiskannya dengan kesenangan dunia dan kepuasan nafsu dalam hidup ini.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan saat menafsirkan surah Ali-Imran ayat 102, maksud dari firman Allah Ta’ala, yang artinya:

Sesungguhnya Allah Ta’ala akan memberlakukan seseorang sesuai dengan kebiasaannya. Orang yang memiliki kebiasaan tertentu dalam hidup, dia akan mati sesuai kebiasaannya tersebut. Dan siapa yang mati dalam kondisi tertentu, dia akan dibangkitkan sesuai kondisi matinya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 75)

Lalu berapa usia kita saat ini? Jika sudah berusia 60 tahun lebih maka berarti kita termasuk ke dalam orang-orang yang disabdakan Rasulullah SAW. “Umur umatku itu antara 60 sampai 70 tahun, dan sedikit orang yang melewati umur tersebut.” (HR. At-Tirmidzi no. 3550, Ibnu Majah no. 4236, dihasankan oleh Syekh Albani).

Rasulullah SAWmenyampaikan bahwa umur kita sebagai umatnya adalah antara 60 sampai 70 tahun hijriyah. Kita sebagai umatnya, tentu saja kita harus semakin banyak mengingat kematian yang akan datang tanpa diundang.

Jika ternyata sudah berusia 40 tahun, berarti termasuk ke dalam orang-orang yang disebutkan dalam Al-Quran. “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, ‘Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.’” (QS. Al-Ahqaf: 15).

Dikutip dari Muslim.or.id, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa seseorang ketika sudah mencapai 40 tahun, maka akal dan pemahamannya telah sempurna. Kebanyakan dari orang berusia ini tidak akan berubah lagi kebiasaannya alam menjalani kesehariannya. Seseorang yang berusia 40 tahun harus memperbaharui tobat dan bertekad tidak mengulanginya lagi.

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa yang menyesal kelak di hari kiamat bukan hanya orang-orang kafir saja, melainkan juga kaum muslimin yang melakukan perbuatan dosa atas maksiat yang dilakukannya. Selain itu, kaum mukminin juga menyesal karena kurangnya ketaatan yang dilakukannya selama di dunia. (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 389).

Saat ini, sebelum penyesalan itu datang, sebelum hari ini menjadi masa lalu yang akan disesali, marilah kita berusaha sekuat tenaga meningkatkan keimanan kita, terus berdoa kepada Allah Ta’ala, agar Allah Ta’ala senantiasa melindungi dan menyanyangi kita.

Anugerah dan Amanah

Dalam Islam, umur atau usia manusia dipandang sebagai anugerah dan amanah dari Allah yang harus dimanfaatkan dengan baik. Umur yang berkah adalah umur yang penuh dengan kebaikan dan amal saleh, bukan sekadar panjangnya tahun, melainkan seberapa bermanfaat umur tersebut bagi diri sendiri dan orang lain.

Islam mengajarkan bahwa umur adalah amanah yang diberikan oleh Allah, dan manusia bertanggung jawab untuk menggunakannya dengan baik. Itulah sebabnya mari kita raih umur yang berkah, umur yang diberkati Allah, yang dimanfaatkan untuk melakukan amal saleh dan kebajikan, serta menghindari perbuatan dosa.

Dalam Islam, panjang umur tidak selalu berarti baik. Yang lebih penting adalah bagaimana umur tersebut dimanfaatkan untuk kebaikan, seperti memperbanyak ibadah, berbakti kepada orang tua, dan menyambung silaturahim. Jadi, bukan sekadar berharap untuk hidup lama. (Wallohu a’lambishshawab/H. Ali Akbar Soleman Batubara/dari berbagai sumber).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *