ABNnews — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa salah satu syarat yang diajukan pemerintah Singapura dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos adalah adanya kepastian bahwa proses hukumnya akan tetap berlanjut di Indonesia.
“Ada permintaan (yang) salah satunya pernyataan dari Indonesia, dalam hal ini saudara PT bila nanti diekstradisi, bisa dan akan dilakukan penuntutan. Itu adalah salah satunya,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu (16/02).
Ia menjelaskan bahwa perbedaan sistem hukum antara Indonesia dan Singapura membuat KPK dan sejumlah instansi terkait harus bekerja sama untuk melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan dalam proses ekstradisi.
Kerja sama antara KPK, Kejaksaan, Kementerian Hukum, serta Kepolisian sangat penting untuk menyusun berkas-berkas yang mungkin tidak memiliki dasar hukum yang sama di Indonesia, sehingga perlu dicari kesesuaiannya.
Lebih lanjut, Tessa menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia menargetkan pengiriman dokumen ekstradisi Tannos pada pekan depan.
Paulus Tannos sendiri telah berstatus buronan sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus proyek pengadaan KTP elektronik. Ia berhasil diamankan di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) setelah sebelumnya Divisi Hubungan Internasional Polri mengajukan permintaan penangkapan sementara kepada otoritas setempat.
Pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengonfirmasi bahwa Tannos telah ditangkap. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang memproses ekstradisinya agar ia dapat segera diadili di dalam negeri.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki tenggat waktu 45 hari untuk melengkapi berkas ekstradisi, dengan batas akhir pada 3 Maret 2025.
“Kami tidak akan menunggu hingga 3 Maret, karena kami ingin segera menyelesaikan proses ini,” ungkap Supratman dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Setelah dokumen lengkap, permohonan ekstradisi Tannos akan diproses melalui pengadilan di Singapura. Supratman menekankan bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam proses hukum di negara tersebut, terutama jika ada upaya banding yang diajukan oleh pihak Paulus Tannos.
Meskipun demikian, ia optimistis bahwa proses ekstradisi akan berjalan lancar berkat koordinasi intensif antara berbagai instansi terkait.