ABNnews — Proses ekstradisi buronan kasus suap e-KTP Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin dari Singapura dapat berlangsung selama 1-2 hari. Lamanya waktu proses tersebut tergantung kelengkapan dokumen.
“Tergantung kelengkapan dokumennya, karena kan itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura,” kata Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas di Jakarta, Jumat (24/01).
Menurut dia, bila pengadilan di Singapura menyatakan dokumen yang diajukan pihak Indonesia telah lengkap, maka ekstradisi Paulus Tannos segera diproses.
Lebih lanjut, Menkum seperti dikutip dari antaranews, mengatakan bahwa Kemenkum telah menerima permohonan ekstradisi dari Kejaksaan Agung terkait Paulus Tannos.
Permintaan ekstradisi tersebut sedang diproses oleh Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto mengemukakan Paulus Tannos telah tertangkap di Singapura, dan sedang ditahan.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, terkait langkah selanjutnya dari KPK atas penangkapan Paulus Tannos.
Paulus Tannos, yang disebut sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak 2019. Namun sosok Paulus Tannos masih belum jelas keberadaannya.
KPK menduga Paulus Tannos telah melakukan kongkalikong demi proyek e-KTP. Pertemuan-pertemuan itu, diduga KPK, menghasilkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.
“Tersangka PLS (Paulus Tannos) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan Tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya) untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri,” kata Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang.
Perusahaan Paulus Tannos kala itu disebut mendapatkan keuntungan hingga ratusan miliar dari proyek suap e-KTP.
“Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan Terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini,” imbuh Saut.
Pada 2023, KPK menyebut Paulus Tannos telah diketahui keberadaannya. Namun, KPK tak bisa menangkap Paulus karena berganti nama dan berganti kewarganegaraan.