banner 728x250

Dewas KPK: 282 Politisi Ditangkap, Parpol jadi Episentrum Korupsi

Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Syamsuddin Haris

ABNnews – Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Syamsuddin Haris mengungkapkan, politisi yang tersangkut kasus korupsi saat menjadi pejabat jumlahnya telah mencapai 200 lebih. Namun disayangkan, mayoritas merupakan hasil gemblengan partai politik (parpol).

“Mengapa sampai saat ini partai politik menjadi episentrum korupsi di Indonesia,” ujar Haris keheranan dalam diskusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang disiarkan di Youtube, Rabu (30/10/2024).

Dia memaparkan, dari banyak kasus yang masuk ke KPK, kasus korupsi yang melibatkan politisi jumlahnya tidak sedikit. “Jadi sampai saat ini itu, pejabat publik yang umumnya adalah (hasil gemblengan) partai politik kena korupsi ada 163 orang bupati/walikota,” urai Haris.

Selain politisi koruptor dari kalangan kepala daerah ditingkat kabupaten/kota, dia juga mencatat banyaknya kasus korupsi yang tersangkanya adalah kepala daerah di tingkat provinsi hingga pejabat setingkat menteri.
Dari data yang dipaparkan Haris, jumlah koruptor dari kalangan politisi mencapai 282 orang.

“Ada 35 orang gubernur atau wakilnya, 39 orang pejabat setingkat menteri, 5 ketua umum dari 4 partai politik, bayangkan,” ungkapnya.

“Pimpinan lembaga tinggi negara, ada Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua DPR, Ketua DPD, semua ditangkap KPK,” tambahnya.

Terpisah, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyebut ada banyak penyebab politisi korup. Salah satunya biasanya mengejar setoran untuk partai politik. Menurut Ujang, jabatan yang ditugaskan oleh partai kepada kadernya, baik di kementerian maupun di legislatif maupun kepala-kepala daerah ditarget ada setorannya untuk parpol.

“Saya tidak menuduh, tapi ini bukan rahasia umum dan sama-sama tahu lah mereka juga. Ya karena (politisi) menjadi ATM partai maka suka tidak suka, senang tidak senang, para pejabat dari kader partai itu ya harus mencari uang, mencari pendanaan untuk katakanlah operasional partai. Kan seperti itu, yang pertama itu. Jadi pasti akan korup itu,” kata Ujang beberapa waktu lalu.

Penyebab kedua, ungkap Ujang, dari gaya hidup pejabat yang perlente atau mewah dan cinta dunia. Hal Itu membuat mereka terjebak pada korupsi, suka tidak suka, senang tidak senang harus mencari uang dengan cara merampok negara untuk memenuhi gaya hidupnya. Penyebab ketiga, adanya ketamakan atau kerakusan dari individu-individunya itu.

“Sudah kaya, sudah banyak uang gitu, ya karena dia rakus jalan pintas korupsi dilakukan,” ucap Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.

Sedangkan yang keempat, Ujang menekankan, tidak adanya hukuman yang berat sebagai efek jera terhadap koruptor. “Jadi karena tidak ada efek jera itu, ya mereka menganggap korupsi sesuatu yang biasa. Kalaupun ketangkap paling hukumannya 3 tahun atau 4 tahun bisa keluar penjara,” tegasnya.***

Bagus Iswanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *