banner 728x250

Mahfud Md: Pergantian Pemerintahan Jadi Momentum Perbaiki Demokrasi

ABNnews – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pergantian kepemimpinan pemerintahan di tingkat nasional merupakan momentum untuk memperbaiki demokrasi di Indonesia yang saat ini tidak baik-baik saja.

Pada 20 Oktober 2024 nanti, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Maruf Amin akan digantikan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

“Demokrasi selalu baik beberapa waktu ketika terjadinya perubahan-perubahan yang cukup keras,” kata Mahfud MD ketika menjadi narasumber pada acara Indonesia Integrity Forum 2024 yang diadakan Trancparency International Indonesia di Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Menurut dia, belajar dari sejarah Indonesia bahwa setiap ada perubahan-perubahan maka demokrasi akan membaik, dan itu terbukti dari pergantian Orde Lama ke Orde Baru, begitu juga ketika dari Orde Baru ke era reformasi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2008-2013 menyatakan meskipun perbaikan demokrasi terjadi, namun itu berlangsung hanya dua atau tiga tahun saja dan seterusnya kembali ke arah yang salah.

Untuk itu, kata Mahfud MD, pada momentum pergantian pemimpin ini diharapkan dapat kembali memperbaiki demokrasi yang sedang tidak baik-baik saja ke arah lebih baik lagi.
“Reformasi juga baik setelah pelengseran Orde Baru, tapi ya cuma setahun dua tahun kemudian jelek lagi. Baik itu dua atau tiga tahun, memelihara setelah itu tidak bisa dilakukan,” tuturnya.

Ia mengatakan bahwa ketika hasil survei menunjukkan demokrasi Indonesia menunjukkan baik-baik saja itu sejatinya tidak begitu, mengapa? Karena survei yang dilakukan menyasar masyarakat kecil yang tidak mengetahui secara persis. Menurut dia, cara memandang itu bukan melalui hasil survei, rakyat harus dididik, perbaikan pada tingkat elit dan orang terdidik itu lebih penting.

“Menurut saya memperbaiki demokrasi, tidak harus berpedoman kepada survei. Siapapun pemimpinnya kalau disurvei pasti hukum sudah berjalan sudah bener karena rakyat tidak tahu substansi demokrasi karena tingkat pendidikan yang kurang,” jelasnya.

Terpisah, peneliti senior dari Institute for Strategic and Development (ISDS) Aminudin (Gus Amin) mengatakan, penyelamatan reformasi dan demokrasi Indonesia harus dilaksanakan secara kolektif. Karena penyelamatan reformasi dan demokrasi tidak akan bisa dilakukan sepihak.

“Penyelamatan reformasi dan demokrasi tidak bisa diiakukan oleh sebuah parpol, atau seorang aktor politik. Oleh karena itu penyelamatan reformasi dan demokrasi harus dilakukan secara bersama – sama,” ujar Gus Amin beberapa waktu lalu.

Menurutnya, gerakan perubahan di Indonesia tahun 1966 dan 1998 juga dilakukan banyak elemen masyarakat Indonesia. Pada 1966 terdapat kerjasama yang kompak antara TNI yang dimotori Jenderal Nasution dan Jenderal Soeharto dengan Nahdhatul Ulama (NU), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) untuk mengakhiri kekuasaan Presiden Soekarno dan mengubur Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Pada tahun 1998, CSIS yang dimotor pangeran yang terusir dari Istanai LB Moerdani didukung jaringan kekuatan kapitalis global berhasil menciptakan krisis ekonomi politik Indonesia mampu membetot loyalis Soeharto seperti Harmoko, Habibie, dkk berbalik ikut menumbangkan presiden Soeharto,” jelas Gus Amin.

“Secara psikologi politik pada seputar Pemilu 2024 ini terdapat kesejajaran perasaan antara PDIP dan PKS bahwa mereka menjadi korban kecurangan pilpres yang dilakukan oleh pihak Istana dan kroninya. Ini mirip dengan konstelasi politik 2009 dimana PDI-P dan PKS kompak membongkar mega skandal korupsi Century lebih Rp 6,7 triliun melalui pansus DPR-RI,” imbuhnya.***

Bagus Iswanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *