ABNnews — Marburg Virus Disease (MVD) saat ini sedang menjadi perhatian khusus di Afrika Tengah, khususnya di Rwanda. Pasalnya, virus marburg ini telah menewaskan sembilan orang dan memiliki case fatality rate (CFR) sekitar 25 hingga 88 persen.
Virus marburg termasuk dalam keluarga filoviridae yang juga mencakup virus ebola. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada 1967 di Marburg, Jerman ketika terjadi wabah terkait dengan laboratorium yang menggunakan monyet hijau Afrika yang diimpor dari Uganda.
Penyakit virus marburg sangat jarang ditemukan, tetapi tingkat kematiannya sangat tinggi. WHO menegaskan, penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg dapat diawali dengan gejala mendadak, seperti demam tinggi, sakit kepala parah, dan malaise atau lelah dan tidak enak badan parah.
“Banyak pasien mengalami gejala hemoragik parah dalam waktu tujuh hari,” tulis WHO melalui keterangan resmi.
Selain itu, virus ini menyebar melalui kontak fisik dengan cairan tubuh orang yang terkontaminasi seperti darah, keringat, air liur, dan cairan lainnya.
“Virus ini ditularkan dari kelelawar buah ke manusia dan menyebar di antara manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi,” demikian WHO.
Sementara <span;>Epidemiolog Australia Dr. Dicky Budiman mengingatkan Indonesia untuk memperkuat sistem deteksi dini terhadap virus mematikan seperti Marburg.
Menurutnya, meskipun virus ini belum menyebar di luar Afrika, risiko penyebaran global tetap ada melalui mobilitas manusia yang tinggi.
“Indonesia harus memperkuat surveilans dan deteksi dini, terutama dalam kaitannya dengan hewan yang dapat menjadi inang. Indonesia harus memanfaatkan peran sebagai pusat surveilans ASEAN untuk mencegah masuknya virus ini ke dalam negeri,” kata Dr. Dicky Budiman seperti dikutil dari rri.co.id.
Ia menjelaskan, gejala khas dari virus Marburg menyerang sistem pendarahan internal atau eksternal. Sehingga sering kali berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat.
“Indonesia perlu memastikan sistem kesehatan termasuk sumber daya manusia dan laboratorium, untuk siap menghadapi ancaman ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, kesadaran publik juga perlu ditingkatkan untuk mendeteksi kasus-kasus aneh yang berpotensi menularkan virus.