banner 728x250

Kaitan Status Sosial dan Penyakit: Kaya Berisiko Kanker, Miskin Rawan Diabetes Hingga Depresi

Studi University of Helsinki di Finlandia mengungkap temuan kaitan antara status sosial ekonomi dengan risiko berbagai penyakit. (Foto: wikidata)

ABNnews — Hasil studi terbaru dari University of Helsinki di Finlandia mengungkap temuan kaitan antara status sosial ekonomi dengan risiko berbagai penyakit.

Studi itu menemukan orang kaya secara genetik lebih rentan terkena kanker payudara, prostat, dan jenis kanker lainnya. Di sisi lain, mereka yang kurang mampu secara genetik lebih rentan mengalami diabetes hingga depresi.

Ini adalah penelitian pertama yang menganalisa hubungan antara 19 penyakit umum di negara berpenghasilan tinggi. Tim peneliti mengumpulkan data kesehatan, status sosio-ekonomi, dan genomik dari 280.000 warga Finlandia berusia 35 hingga 80 tahun.

“Sebagian besar model prediksi klinis mencakup informasi demografi dasar, seperti jenis kelamin biologis dan usia, dengan menyadari bahwa kejadian penyakit antara pria dan wanita berbeda dan bergantung pada usia,” ujar kepala peneliti dr Fiona Hagenbeek dikutip dari New York Post.

Hagenbeek mengatakan penelitiannya hanya berfokus pada individu keturunan Eropa. Karenanya, diperlukan studi lebih luas dan mencakup negara-negara berpenghasilan rendah untuk memahami sepenuhnya hubungan antara profesi tertentu dan risiko penyakit.

“Di masa depan juga penting untuk melihat apakah pengamatan kami mengenai interaksi status sosio-ekonomi dan genetika terhadap risiko penyakit direplikasi pada orang-orang dari berbagai keturunan negara yang (berpenghasilan) lebih tinggi dan lebih rendah,” katanya.

Hagenbeek menuturkan temuan ini dapat berkontribusi dalam meningkatkan skrining untuk penyakit-penyakit tersebut.

“Misalnya, di masa depan protokol skrining kanker payudara dapat disesuaikan agar wanita dengan risiko genetik dan pendidikan tinggi menerima skrining lebih awal atau lebih sering dibandingkan wanita dengan risiko genetik atau pendidikan rendah,” terangnya.

“Karena tujuan keseluruhan dari memasukkan informasi genetik ke dalam layanan kesehatan adalah untuk memfasilitasi pengobatan yang lebih dipersonalisasi, kita tidak boleh memperlakukan informasi genetik sebagai ‘satu ukuran untuk semua’,” tandas Hagenbeek.

Sementara itu, Dr. Jiyoung Ahn, profesor dan direktur asosiasi untuk ilmu populasi di NYU Perlmutter Cancer Center di NYU Grossman School of Medicine percaya bahwa perilaku skrining kesehatan adalah kunci penelitian ini.

“Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika Anda memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi, Anda cenderung lebih sering menjalani skrining,” kata Ahn.

Dr. Elisa Port, kepala bedah payudara untuk Mount Sinai Health System, juga penasaran tentang praktik skrining peserta.

“Payudara dan prostat adalah jenis [kanker] yang, jika Anda melakukan lebih banyak skrining, semakin sering Anda memeriksanya, semakin banyak yang Anda temukan,” ungkap Port.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *