ABNnews – Mirah Sumirat , Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) dan juga sebagai Presiden Women Committe Asia Pasifik di UNI Apro mengucapkan selamat Hari Tani, ditengah kehidupan petani yang tidak kunjung sejahtera, dimana tanah mereka saat ini sebagian besar bukan miliknya lagi. Padahal petani merupakan penyokong dasar ekonomi Indonesia.
Menurut Mirah, banyak lahan yang seharusnya bisa dijadikan lahan pertanian kini sudah menjadi perumahan, ruko, villa, hotel, pabrik lapangan golf dan lain-lain. Kehidupan sebagai petani tidak kunjung memberikan harapan yang pasti, mereka ada yang menjual tanahnya karena terpaksa untuk memenuhi nafkah kebutuhan hidupnya sehari hari.
“Akhirnya mereka (petani) menjadi buruh tani ditanah mereka yg dulu mereka miliki,” ujar Mirah di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Bahkan, sambung Mirah, banyak tanah yang terbengkalai tidak diolah, karena sudah dibeli orang kaya untuk mencari keuntungan dengan spekulasi menunggu harga naik.
Bagi petani yang masih memiliki lahan itupun sangat sempit . Mereka bertahan mengelola tanahnya dengan susah payah, hasil yang sering gagal panen karena cuaca yang tidak menentu, pupuk subsidi yang sulit didapat, harga pada saat panen anjlok karena semua panen dengan jenis yang sama.
“Nasib petani juga terhimpit oleh para tengkulak yang sudah mematok harga yang rendah , jalan menuju akses untuk menjual hasil panen masih banyak yang rusak parah. Sehingga banyak hasil panen dibiarkan busuk karena biaya transportasinya tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh,” jelasnya.
Mirah menyesalkan generasi muda petani sudah tidak mau lagi menjadi petani, kondisi desa kosong tanpa generasi mudanya, mereka pergi ke kota mencari pekerjaan dengan pendidikan dan keterampilan apa adanya, jaminan sosial tidak ada , status kerja outsourcing, kontrak berkepanjangan sehingga rentan di PHK kapan pun, sehingga menambah ruwetnya kota – kota besar di Indonesia.
“Industrialisasi tidak berkembang, pekerjaan sulit. PHK terjadi di semua sektor pekerjaan,” jelasnya.
“Pertanian adalah sektor yang seharusnya banyak menyerap tenaga kerja,” imbuhnya.
Mirah memaparkan, isu kedaulatan pangan menjadi ancaman bagi negara ini, harga beras setelah ada kenaikan tidak ada tanda tanda terjadi penurunan, beras harganya naik tetapi kehidupan petani tetap miskin. Oleh karena itu ketergantungan Import pangan perlu di evaluasi lagi.
“Saatnya kita kembali memikirkan nasib petani karena Indonesia negara agraris. Negara dengan dua musim panas dan musim hujan ini adalah merupakan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa buat kita yang lahir di Negara yang Gemah Ripah Lohjinawi. Negara yang kaya dan makmur tapi rakyatnya atau masyarakatnya tak dapat menikmat. Jangan sampai seperti pepatah “Bagaikan tikus mati di lumbung padi”,” pungkasnya.***
Bagus Iswanto