banner 728x250

Jokowi Lantik Mensos, Pengamat: Tidak Efektif, Tidak Efisien Secara Kinerja dan Boros Anggaran

Presiden Jokowi melantik Saifullah Yusuf sebagai Menteri Sosial definitif menggantikan Tri Rismaharini. (Foto: jatimnow)

ABNnews — Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, reshuffle kabinet tidak efektif, memboroskan anggaran negara dan dapat menimbulkan kesan bahwa penggantian menteri dilakukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan negara.

Hal itu dikatakan Achmad menanggapi reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan melantik Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjadi Menteri Sosial (Mensos) di Istana Negara, Rabu (11/09). Gus Ipul menggantikan Tri Rismaharini yang akan maju di Pemilihan Gubernur Jawa Timur.

“Mengganti menteri dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari dua bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan, merupakan langkah yang tidak efisien dari segi kinerja maupun anggaran,” ujar Achmad dalam keterangan di Jakarta, Rabu (11/09).

Ia menekankan, menteri baru yang diangkat dalam waktu sesingkat itu tidak akan memiliki cukup waktu untuk melakukan kebijakan strategis atau perubahan signifikan.

Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi dengan posisi baru dan memahami dinamika kementerian sangat terbatas, sehingga sangat sulit bagi menteri baru untuk memberikan kontribusi yang berarti.

Akibatnya, kinerja menteri baru hampir tidak akan berdampak, menjadikan pergantian ini tidak lebih dari sekadar formalitas politik tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.

Menurut Achmad, lebih bijaksana jika Presiden menunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt) dari dalam kementerian itu sendiri, di bawah koordinasi kementerian terkait, dari pada melakukan reshuffle yang penuh biaya.

Penunjukan Plt akan lebih efektif karena pejabat yang ditunjuk biasanya sudah memahami seluk-beluk kementerian dan tidak perlu melewati proses penyesuaian yang panjang. Dengan demikian, kebijakan dapat berjalan lebih optimal di sisa waktu pemerintahan tanpa harus terganggu oleh proses transisi.

Selain itu, sambung dia, langkah ini juga bisa menghemat anggaran negara yang semestinya tidak perlu dikeluarkan untuk pelantikan, pergantian staf, dan penyesuaian birokrasi lainnya.

Achmad pun menilai reshuffle ini juga menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik, seolah-olah Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet demi berbagi jabatan, yang dapat memunculkan spekulasi bahwa menteri baru merasa memiliki utang budi kepada pribadi presiden.

Pergantian ini bisa dilihat sebagai langkah yang lebih didorong oleh kepentingan pribadi atau politik, bukan kepentingan negara yang lebih luas. Hal ini sangat berbahaya bagi citra good governance dan akuntabilitas pemerintahan, terutama di akhir masa jabatan.

“Kepentingan negara seharusnya menjadi prioritas utama, dan dalam hal ini, langkah yang diambil justru memperlihatkan sebaliknya,” ujar Achmad.

Ia menegaskan, dalam kondisi di mana negara menghadapi tantangan ekonomi, baik di tingkat domestik maupun global, kebijakan yang efisien dan berfokus pada kepentingan rakyat harus menjadi prioritas. Pemborosan anggaran untuk reshuffle kabinet yang tidak memberikan dampak signifikan adalah keputusan yang keliru.

Uang yang dihabiskan untuk pelantikan, penyesuaian staf, dan proses transisi di kementerian seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program yang lebih mendesak, seperti pemulihan ekonomi, perlindungan sosial, atau penguatan sektor-sektor strategis yang sedang dalam krisis.

“Dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, keputusan reshuffle ini juga bertentangan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas,” jelas Achmad.

Menurut dia, publik berhak untuk menuntut penjelasan mengenai urgensi dan dasar pertimbangan di balik keputusan ini.

Dalam konteks anggaran yang terbatas dan prioritas kebijakan yang harus difokuskan, reshuffle di pengujung masa jabatan ini seolah menunjukkan pemerintah tidak mempertimbangkan dengan matang alokasi anggaran dan kepentingan publik.

Kesimpulannya, kata Achmad, perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Jokowi di sisa masa jabatan 1,5 bulan ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga memboroskan anggaran negara dan dapat menimbulkan persepsi negatif tentang motivasi di balik keputusan tersebut.

“Penunjukan Plt di bawah koordinasi kementerian terkait akan jauh lebih efisien, baik dari segi anggaran maupun kinerja,” katanya.

Diketahui, Presiden Jokowi telah melantik Gus Ipul sebagai Menteri Sosial definitif untuk menggantikan Tri Rismaharini yang maju di Pilkada Jawa Timur 2024.

Pelantikan Gus Ipul digelar di Istana Negara Jakarta, Rabu, sekitar pukul 09.00 WIB, sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 102B 2024 tentang Pengangkatan Menteri Sosial Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.

“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara,” kata Gus Ipul saat mengucap sumpah yang dipandu oleh Presiden Jokowi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *