banner 728x250

KPU: Bila Kotak Kosong Menang, Pilkada Ulang Digelar Akhir 2025

ABNnews – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menilai semangat Pilkada Serentak 2024 tidak terwakili apabila suatu daerah dimenangkan oleh kotak kosong.

Guna membahas aturan bila kotak kosong menang di Pilkada Serentak 2024 maka KPU akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI.

“Pilkada ini kan memilih kepala daerah, kalau kotak kosong yang menang kan pada saatnya kepala daerahnya bukan yang dipilih di pilkada, karena yang mengisi penjabat dan lain-lain,” ujar Afif di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (9/9/2024).

“Tentu semangat pilkadanya jadi tidak terwakili di situ,” sambungnya.

Dia juga menjelaskan berdasarkan aturan saat ini apabila kotak kosong yang menang maka Pj Gubernur akan ditunjuk untuk menjabat sekitar lima tahun karena harus menunggu pilkada serentak selanjutnya.

Kendati demikian, menurutnya, hal itu terlalu lama. Oleh karena itu, Afif mengungkapkan ada aspirasi untuk mengubahnya menjadi dapat dilakukan pemilihan di tahun depannya tanpa perlu menunggu lima tahun.

“Kalau sampai lima tahun kan tentu lama sekali, nah tentu ada upaya-upaya pemikiran kita yang ini kita harus komunikasikan. Jika memungkinkan dan ideal bisa enggak di setahun setelah tahapan pilkada selesai, kita rencanakan untuk tahun depannya pilkada lagi. Tentu akan kita bahas itu besok,” katanya.

Afif memaparkan, untuk membahas aturan bila kotak kosong menang di Pilkada Serentak 2024 maka KPU akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Selasa (10/9/2024).

“Nah itu kita ajukan karena juga ada diskusi dan pemahaman bahwa bisa dilakukan di tahun depan. Maka kita akan meminta konsultasi Pembuat UU (DPR), dalam hal ini apakah memungkinkan untuk diselenggarakan di tahun depan jika kotak kosongnya menang. Itu aja,” jelasnya.

Sebelumnya, anggota KPU RI August Mellaz mengatakan, KPU RI membuka opsi untuk menggelar pilkada ulang pada akhir 2025 apabila banyak wilayah dengan peserta calon tunggal dimenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2024.

“Kalau secara prinsip, kalau kebutuhan KPU menyiapkan tahapan pilkada itu teoritis 9 bulan. Ya sudah kan, arahnya mungkin tidak akan jauh beda, kemungkinan masih tetap menjelang akhir tahun 2025. Itu opsi ya,” kata August Mellaz di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Terpisah, pengamat pemilu dan dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan, fasilitas kotak kosong dalam pilkada ternyata bisa meningkatkan partisipasi pemilih. Apalagi kotak kosong juga sudah diterapkan di beberapa negara yang juga menyelenggarakan pemilihan serentak dan dikenal dengan sebutan none of the above (NOTA).

Kotak kosong atau NOTA ini dapat menjadi tempat bagi ekspresi politik masyarakat yang tak dapat diwadahi oleh pilihan pasangan calon yang ada di surat suara.

“NOTA itu bukan makar terhadap partai politik, bukan deparpolisasi terhadap partai politik,” jelas Titi.

“Tetapi dia dalam rangka, satu, untuk meningkatkan angka pengguna hak pilih karena ada ekspresi politik yang ternyata tidak diwadahi oleh desain surat suara dan opsi-opsi yang ada pada saat ini saja,” sambungnya.

NOTA, tegas Titi, juga menjadi pendorong untuk partai politik terus menjaga kinerja dan eksistensi di tengah konstituen dan masyarakat. Ia juga mengungkapkan data di mana angka pengguna hak pilih meningkat ketika proses pemilihan kepemimpinan turut mengikutsertakan kotak kosong atau NOTA dalam desain surat suara. Adapun NOTA sudah diterapkan di beberapa negara bahkan sejak puluhan tahun lalu seperti Nevada pada tahun 1975.

Kolombia menerapkan NOTA setelah tahun 1991, India untuk pemilihan legislatif federal dan negara bagian sejak 2013, hingga Indonesia untuk pilkada pasca-Putusan MK Nomor 100 tahun 2015. Negara yang menerapkan NOTA ini memasukkan opsi kotak kosong di antara calon peserta dalam kotak suaranya.

Namun, ada beberapa negara seperti Spanyol, Swedia, Italia, Argentina, dan termasuk Indonesia yang di mana NOTA tidak ada sebagai kotak khusus di surat suara, melainkan suara kosong dihitung terpisah dari kotak suara.
Untuk di Indonesia khususnya, NOTA hanya ada dalam keadaan tertentu yakni ketika cuma ada calon tunggal di sebuah daerah yang melaksanakan pilkada.***

Bagus Iswanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *