ABNnews — Kasus dugaan perundungan dr Aulia Risma, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di Rumah Sakit Kariadi, Semarang, telah menyita banyak perhatian dan energi.
Bahkan ada aksi solidaritas atas nama jutaan masyarakat Tegal se-Jabodetabek yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Tegal Bahari Ayu (IKBT BA).
Terkait hal itu, dr. Ali Mahsun Atmo, M. Biomed mengatakan, ketika kasus Aulia Risma di-framming secara berlebihan, maka yang dirugikan tidak hanya keluarga Aulia Risma saja, tapi juga pihak RS Kariadi dan FK Undip.
“Lebih dari itu, marwah, harkat dan martabat profesi dokter, serta pendidikan dokter di Indonesia juga sangat dirugikan,” kata Ali Mahsun seperti dikutip dari berandankrinews, Selasa (10/09).
“Bahkan lebih dari itu, kasus tersebut bisa meresahkan bahkan menimbulkan pecah belah bangsa Indonesia,” sambung alumni FK Unibraw Malang dan FK UI Jakarta ini.
Dalam kasus perundungan Aulia Risma, kata Ali Mahsun, penyelidikan dan penyidikan perkara ini seharusnya ditangani oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan bukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Indonesia ini negara hukum. Ada tata peraturan dan perundangan. Ada mekanisme, saluran dan hirarki hukum. Bukan Kemenkes atau Kemendikbutristek yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan perundungan dr Aulia Risma, melainkan Polri,” tegasnya.
“Demikian pula, yang memastikan terjadinya perundungan adalah keputusan pengadilan bukan Kemenkes atau Kemendikbudristek. Oleh karena itu, serahkan kasus ini sepenuhnya ke Polri,” lanjut pria yang menjabat <span;>Ketua Umum APKLI Perjuangan ini<span;>.
Lebih jauh ia mengatakan, ketika pada akhirnya kasus tersebut ditemukan unsur tindak pidana, maka hal itu merupakan kewenangan pengadilan untuk memutuskan.
Oleh karena itu, Ali Mahsun berharap semua pihak dapat secara arif dan bijaksana untuk tidak melakukan framing berlebihan dalam kasus Aulia Risma. Alasannya, kata Ali Mahsun, pertama karena dugaan perundungan belum tentu benar berdasarkan keputusan pengadilan.
Kedua, ketika pengadilan memutuskan ada perundungan, tentunya hal tersebut adalah tindakan pidana oknum, bukan institusi baik RS Kariadi maupun FK Undip.
Ketiga, kasus tersebut tidak ada kaitan dengan marwah, harkat dan martabat profesi dokter, juga institusi pendidikan dokter (spesialis).
Keempat, Kemenkes dan Kemendikbudristek, RS Kariadi, FK Undip dan AIPKI (Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia) semestinya menyampaikan temuan investigasinya ke Polri, dan tidak di umbar ke publik. “Karena hukum di Indonesia menganut prinsip azas praduga tidak bersalah,” ucapnya.
Ali juga menyoroti soal aksi solidaritas atau mobilisasi massa atas nama apa pun, yang terkesan mempolitisasi kasus tersebut. Pria yang juga Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI) ini menilai, aksi solidaritas itu bisa saja menimbulkan keresahan yang berujung perpecahan sesama anak bangsa ini.
Untuk itu, kata Ali Mahsun, demi rasa keadilan ia berharap agar Kemenkes menghentikan framing ke publik dan tidak berperilaku layaknya hakim dalam kasus ini.
“Ketika ada anggota DPR, menteri, gubernur atau bahkan Presiden melakukan tindak pidana korupsi, kita tidak langsung menyalahkan lembaganya, tapi oknumnya,” tukas Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) ini.
“Sekali lagi, hentikan framing berlebihan atas dugaan perundungan dr Aulia Risma, serahkan sepenuhnya ke Polri sesuai dengan tata peraturan dan perundangan yang berlaku di RI,” pungkasnya.